Pendidikan
Beranda » Berita » Menggali Makna Tawaduk dalam Pendidikan: Belajar dari Filosofi Padi

Menggali Makna Tawaduk dalam Pendidikan: Belajar dari Filosofi Padi

Sumber Poto External

Masyarakat kita mengenal sebuah peribahasa luhur. “Ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk.” Ungkapan ini bukan sekadar kiasan agraris. Di dalamnya tersimpan filosofi mendalam. Filosofi ini sangat relevan dengan prinsip pendidikan Islam. Terutama dalam menanamkan sikap tawaduk. Tawaduk adalah sikap rendah hati. Sikap ini menjadi kunci pembentukan karakter insan kamil.

Pendidikan modern sering kali fokus pada pencapaian akademis. Ia mengukur keberhasilan dari angka dan gelar. Namun, Islam memandang pendidikan secara holistik. Tujuan utamanya bukan hanya mencetak individu cerdas. Pendidikan Islam bertujuan membentuk pribadi berakhlak mulia. Pribadi yang ilmunya bermanfaat bagi sesama. Di sinilah filosofi padi menjadi cermin yang sempurna.

Memahami Konsep Tawaduk dalam Islam

Tawaduk berasal dari bahasa Arab. Artinya adalah rendah hati atau tidak angkuh. Sikap ini merupakan perintah langsung dari Allah SWT. Tawaduk lahir dari kesadaran penuh. Kesadaran akan posisi kita sebagai hamba. Dan kesadaran akan keagungan Allah SWT sebagai Sang Pencipta. Seseorang yang tawaduk tidak pernah merasa lebih baik dari orang lain. Ia justru melihat kelebihan pada diri saudaranya.

Sikap sombong atau takabur adalah lawan dari tawaduk. Sifat ini sangat dibenci oleh Allah SWT. Al-Qur’an secara tegas mengingatkan manusia untuk menjauhi kesombongan. Sebagaimana firman-Nya:

“Dan janganlah engkau berjalan di bumi dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung.” (QS. Al-Isra’: 37)

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Ayat ini memberikan pesan kuat. Betapapun hebatnya manusia, ia tetaplah makhluk yang lemah. Pengetahuan, harta, dan jabatan adalah amanah. Semuanya bukan alasan untuk berjalan dengan angkuh.

Filosofi Padi sebagai Cerminan Tawaduk

Filosofi padi memberikan visualisasi yang indah tentang tawaduk. Saat bulir padi masih kosong, tangkainya berdiri tegak. Ia seolah menantang langit. Namun, seiring waktu, bulir itu terisi penuh. Bebannya bertambah. Tangkainya pun mulai merunduk ke bumi. Padi yang berisi justru mendekatkan diri pada tanah tempatnya tumbuh.

Filosofi padi memberikan cerminan ideal tentang bagaimana seharusnya seorang penuntut ilmu bersikap. Begitulah seharusnya seorang penuntut ilmu. Semakin banyak ilmu yang ia serap, hatinya akan semakin rendah, sebab pengetahuannya menyadarkannya akan luasnya samudra ilmu Allah. Ia pun mengerti bahwa apa yang ia ketahui hanyalah setetes air di tengah lautan yang tak bertepi. Kesadaran mendalam inilah yang menjaganya dari sifat sombong. Alih-alih meremehkan orang lain, ia justru semakin menaruh hormat kepada guru dan senantiasa haus akan ilmu baru.”

Implementasi Tawaduk dalam Konteks Pendidikan

Konsep tawaduk harus menjadi napas dalam setiap proses pendidikan. Ia berlaku bagi pendidik maupun peserta didik.

Bagi Seorang Pendidik (Guru):
Seorang guru harus menjadi teladan utama dalam bersikap tawaduk. Ia tidak memosisikan diri sebagai satu-satunya sumber kebenaran. Ia membuka ruang diskusi dengan muridnya. Ia bahkan siap belajar dari pertanyaan atau pandangan murid. Guru yang tawaduk tidak merasa gengsi mengakui ketidaktahuannya. Sikap ini justru akan menumbuhkan rasa hormat yang tulus dari para siswa. Tujuan utamanya adalah membimbing, bukan mendominasi.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Bagi Seorang Peserta Didik (Siswa)Siswa yang tawaduk akan lebih mudah menerima ilmu. Sikap rendah hatinya membuatnya menghormati guru sebagai perantara ilmu dari Allah, sehingga ia tidak akan segan bertanya saat tidak paham atau malu belajar dari teman. Oleh karena itu, adab menuntut ilmu selalu menjadi prioritasnya. Landasannya adalah keyakinan mendalam bahwa ilmu adalah cahaya suci yang tidak akan masuk ke dalam hati yang sombong, dan akan menjadi sia-sia tanpa adab yang menyertainya.”

Buah dari Pendidikan yang Berlandaskan Tawaduk

Ketika filosofi padi dan prinsip tawaduk menyatu dalam pendidikan, hasilnya luar biasa. Ketika prinsip tawaduk diterapkan, proses belajar mengajar tidak lagi menjadi sekadar ajang pamer kecerdasan, melainkan bertransformasi menjadi sebuah perjalanan spiritual, yaitu sebuah perjalanan suci untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.”

Lulusan dari sistem ini tidak hanya memiliki kompetensi intelektual. Mereka juga memiliki kecerdasan emosional dan spiritual. Mereka menjadi individu yang solutif.  menggunakan ilmunya untuk mengangkat derajat sesama. Bukan untuk merendahkan atau menipu. Mereka adalah padi-padi unggul yang memberikan kehidupan, bukan ilalang tinggi yang tak berisi.

Pada akhirnya, pendidikan Islam yang sejati adalah proses membentuk manusia yang “merunduk”. Merunduk bukan karena hina, tetapi karena penuh berisi ilmu dan iman. Merunduk di hadapan kebesaran Allah dan rendah hati di hadapan sesama manusia.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement