Sosok
Beranda » Berita » Muqaddimah Ibnu Khaldun: Karya Abad ke-14 yang Menginspirasi Mark Zuckerberg dan Dunia Barat

Muqaddimah Ibnu Khaldun: Karya Abad ke-14 yang Menginspirasi Mark Zuckerberg dan Dunia Barat

Buku Muqadimmah

Sebuah fakta menarik muncul dari dunia teknologi. Mark Zuckerberg, pendiri raksasa media sosial Facebook (Meta), ternyata memiliki selera bacaan yang mendalam. Ia tidak hanya membaca buku tentang teknologi atau bisnis. Salah satu buku favoritnya justru berasal dari abad ke-14. Buku itu adalaMuqaddimah   sebuah mahakarya tulisan Ibnu Khaldun.

Pilihan Zuckerberg ini tentu mengundang rasa penasaran. Mengapa seorang inovator Silicon Valley begitu tertarik pada pemikiran cendekiawan Muslim dari ratusan tahun lalu? Jawabannya terletak pada relevansi universal dari karya Ibnu Khaldun. Karyanya melampaui batas waktu dan geografi.

Siapa Ibnu Khaldun? Bapak Sosiologi Modern

Sebelum membahas bukunya, kita perlu mengenal penulisnya. Abdurrahman bin Muhammad Ibnu Khaldun lahir di Tunisia pada tahun 1332. Ia adalah seorang sejarawan, filsuf, dan sosiolog ulung. Banyak ahli modern menganggapnya sebagai bapak pendiri ilmu sosiologi, historiografi, dan ekonomi.

Ibnu Khaldun hidup pada masa penuh gejolak politik. Pengalamannya sebagai pejabat dan diplomat di berbagai kerajaan memberinya wawasan unik. Ia mengamati langsung bagaimana peradaban bangkit dan runtuh. Pengamatan inilah yang menjadi fondasi utama dari magnum opusnya, Muqaddimah.

Mengenal Muqaddimah: Sebuah Revolusi Pemikiran

Muqaddimah sejatinya adalah bagian pendahuluan dari kitab sejarahnya yang lebih besar, yaitu Kitab al-‘Ibar. Namun, pendahuluan ini justru menjadi bagian yang paling terkenal. Popularitasnya bahkan melampaui kitab utamanya. Hal ini karena Muqaddimah menawarkan sesuatu yang baru.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Buku ini tidak sekadar mencatat peristiwa sejarah. Ibnu Khaldun menganalisis pola-pola di balik peristiwa tersebut. Ia memperkenalkan metode ilmiah untuk memahami masyarakat. Ia mengkaji faktor-faktor seperti geografi, iklim, ekonomi, dan kohesi sosial dalam membentuk peradaban.

Salah satu konsepnya yang paling terkenal adalah ‘Asabiyyah. Konsep ini merujuk pada solidaritas sosial atau semangat kelompok. Menurutnya, ‘Asabiyyah adalah motor penggerak utama yang memungkinkan sebuah kelompok untuk membangun dinasti dan negara. Namun, seiring berjalannya waktu, semangat ini akan melemah. Kemewahan dan kebiasaan hidup menetap akan menggerogoti kekuatan mereka. Akhirnya, peradaban itu akan runtuh dan digantikan oleh kelompok baru dengan ‘Asabiyyah yang lebih kuat. Teori siklus peradaban ini sangat revolusioner pada masanya.

Alasan Mark Zuckerberg Mengagumi Muqaddimah

Pada tahun 2015, Mark Zuckerberg memulai sebuah resolusi bernama “A Year of Books”. Ia berjanji membaca satu buku setiap dua minggu. Muqaddimah menjadi buku pilihan pertamanya. Dalam sebuah unggahan di laman Facebook-nya, Zuckerberg menjelaskan alasannya.

Ia menulis:

“Ini adalah sejarah dunia yang ditulis oleh seorang intelektual yang hidup pada tahun 1300-an. Buku ini berfokus pada bagaimana masyarakat dan budaya bekerja, termasuk munculnya kota, politik, perdagangan, dan ilmu pengetahuan. Meskipun banyak hal yang diyakini sekarang ini sudah tidak benar setelah 700 tahun kemajuan, sangat menarik untuk melihat apa yang dipahami saat itu dan pandangan dunia secara keseluruhan ketika semuanya dilihat bersama.”

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Kutipan tersebut menunjukkan ketertarikan Zuckerberg pada fondasi masyarakat. Ia melihat Muqaddimah sebagai jendela untuk memahami cara kerja sistem sosial dan budaya. Bagi seorang pemimpin platform yang menghubungkan miliaran orang, pemahaman ini tentu sangat berharga.

Pengaruh Muqaddimah di Dunia Barat

Kekaguman terhadap Muqaddimah tidak hanya datang dari Zuckerberg. Jauh sebelumnya, para pemikir Barat telah mengakui kehebatan karya ini. Sejarawan Inggris ternama, Arnold J. Toynbee, memujinya setinggi langit. Ia menyebut Muqaddimah sebagai “karya terbesar dari jenisnya yang pernah diciptakan oleh pikiran mana pun di setiap waktu atau tempat.”

Para ilmuwan sosial Barat melihat Ibnu Khaldun sebagai pendahulu mereka. Analisisnya tentang negara, ekonomi, dan konflik sosial mendahului pemikir seperti Niccolò Machiavelli, Adam Smith, dan Auguste Comte. Muqaddimah menjadi bukti bahwa pemikiran kritis dan analitis tentang masyarakat bukanlah monopoli peradaban Barat.

Relevansi Abadi Pemikiran Ibnu Khaldun

Lebih dari 600 tahun setelah ditulis, Muqaddimah tetap relevan. Teorinya tentang siklus kekuasaan masih bisa digunakan untuk menganalisis dinamika politik global saat ini. Konsep ‘Asabiyyah juga masih bisa menjelaskan kekuatan di balik gerakan sosial dan nasionalisme.

Karya ini mengajarkan kita untuk melihat sejarah bukan sekadar rangkaian nama dan tanggal. Sejarah adalah sebuah laboratorium raksasa. Di dalamnya, kita bisa menemukan hukum-hukum universal yang mengatur kehidupan manusia.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Pilihan Mark Zuckerberg untuk membaca Muqaddimah adalah pengingat penting. Buku ini bukanlah sekadar artefak kuno. Ia adalah sumber kearifan yang tak lekang oleh waktu. Pemikiran Ibnu Khaldun berhasil menjembatani peradaban Timur dan Barat, membuktikan bahwa gagasan besar akan selalu menemukan audiensnya, bahkan setelah berabad-abad kemudian.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement