Fiqih Ibadah
Beranda » Berita »  Aurat dalam Islam: Makna, Dalil, dan Pandangan Ulama

 Aurat dalam Islam: Makna, Dalil, dan Pandangan Ulama

Islam mengatur batasan aurat bagi laki-laki dan perempuan
Memahami batasan aurat dalam Islam untuk laki-laki dan perempuan mulai makna aurat, dalil Al-Qur'an, dan perbedaan pendapat ulama fiqh. (Foto dok.pexels/jonaorle)

Dalam ajaran Islam, diskusi tentang aurat menjadi landasan penting. Topik ini mengatur etika berpakaian, ibadah, hingga interaksi sosial. Memahami batasan aurat dalam Islam adalah kunci untuk menjalankan syariat secara utuh. Namun, apa sebenarnya makna aurat? Bagaimana Al-Qur’an dan para ulama fiqh menjelaskannya secara rinci? Artikel ini akan mengupasnya secara mendalam untuk Anda.

Membedah Makna Aurat dari Bahasa hingga Al-Qur’an

Untuk memahami sebuah konsep, kita perlu menelusuri akarnya. Kata “aurat” berasal dari bahasa Arab. Secara harfiah, kata ini memiliki beberapa arti. Maknanya bisa berarti celah, kekurangan, atau aib. Kata ini juga merujuk pada sesuatu yang memalukan jika terlihat. Konsep ini menunjuk pada fitrah manusia untuk melindungi kehormatan dirinya.
Al-Qur’an menyebut lafal aurat sebanyak empat kali. Dua kali dalam bentuk tunggal (mufrad) dan dua kali dalam bentuk jamak (jama’). Menariknya, Al-Qur’an menggunakan kata ini dalam dua konteks yang berbeda.

Dalam Surat Al-Ahzab ayat 13, Allah SWT menggunakan kata “aurat” untuk menggambarkan kondisi rumah yang tidak terlindungi. Mayoritas ulama tafsir mengartikannya sebagai “celah yang terbuka terhadap musuh”. Di sini, aurat bukanlah bagian tubuh, melainkan sebuah kelemahan strategis yang bisa dieksploitasi.

Sedangkan makna yang lebih umum kita kenal berasal dari Surat An-Nur ayat 31 dan 58. Dalam ayat-ayat ini, aurat merujuk pada bagian tubuh manusia. Bagian tubuh ini dipandang tidak pantas atau memalukan jika diperlihatkan. Makna inilah yang diadopsi oleh para ahli fiqh sebagai dasar pembahasan hukum.

Aurat dalam Tinjauan Fiqh dan Syarat Ibadah

Para ulama fiqh (fuqaha) memfokuskan kajian mereka pada aurat sebagai bagian tubuh. Mereka sepakat bahwa bagian tubuh ini wajib ditutup. Pakaian yang digunakan pun harus memenuhi syarat. Setidaknya ada dua kriteria utama pakaian penutup aurat. Pertama, kainnya tidak boleh tembus pandang atau transparan. Kedua, potongannya tidak boleh ketat hingga membentuk lekuk tubuh.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Pembahasan aurat sangat krusial dalam bab ibadah, terutama shalat. Mayoritas ulama menetapkan menutup aurat sebagai salah satu syarat sah shalat. Artinya, shalat seseorang bisa dianggap tidak sah jika auratnya terbuka. Imam Abu Hanifah bahkan memasukkannya sebagai bagian dari kewajiban inti shalat (furudh ash-shalah). Perbedaan minor ini muncul dari penafsiran terhadap perintah “menghias diri” dalam Surat Al-A’raf ayat 31.

Rincian Batasan Aurat Laki-Laki Menurut Ulama

Ilmu fiqh secara jelas membedakan batasan aurat dalam Islam untuk laki-laki dan perempuan. Untuk laki-laki, terdapat beberapa pandangan ulama. Mayoritas ulama berpatok pada pendapat oleh Imam Syafi’i, Imam Malik, dan Imam Abu Hanifah. Mereka berpendapat bahwa aurat laki-laki adalah bagian tubuh antara pusar dan kedua lutut. Ini adalah pandangan yang paling umum dan banyak diikuti.

Pendapat kedua beberapa ulama berpendapat lebih spesifik. Aurat laki-laki hanya mencakup alat kelamin (qubul), area sekitar anus (dubur), dan kedua paha. Sedangkan pada pendapat ketiga berasal dari mazhab Adh-Dhahiri  yang menyebut aurat laki-laki hanya terbatas pada dua kemaluan saja (qubul dan dubur). Bagian tubuh lain seperti paha tidak termasuk aurat.

Pandangan Ulama Mengenai Batasan Aurat Perempuan

Pembahasan aurat perempuan memiliki keragaman pendapat yang lebih luas. Para ulama umumnya membaginya ke dalam beberapa pandangan utama. Pendapat pertama menyatakan seluruh tubuh perempuan adalah aurat. Ini mencakup wajah dan kedua telapak tangannya.
Pendapat kedua, yang sangat populer, menyatakan aurat perempuan adalah seluruh tubuh, kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Ada juga ulama yang menambahkan pengecualian lain. Mereka memasukkan kedua telapak kaki sebagai bagian yang tidak termasuk aurat.

Selain itu, beberapa ulama memberikan batasan aurat perempuan berdasarkan konteks. Di hadapan Allah SWT (saat shalat) auratnya adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Di hadapan mahram auratnya adalah bagian tubuh antara pusar dan lutut. sedangkan di hadapan laki-laki bukan mahram auratnya adalah seluruh tubuh. Namun ada sebagian ulama mengecualikan wajah, telapak tangan, dan telapak kaki.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Dasar Hukum dan Hikmah Kewajiban Menutup Aurat

Para ulama menyepakati kewajiban menutup aurat adalah wajib. Dasar hukumnya sangat kuat, berasal dari Al-Qur’an dan hadis. Ayat-ayat utamanya antara lain Surat An-Nur (24:30-31), Surat Al-Ahzab (33:59), dan Surat Al-A’raf (7:26).
Sebagian ulama menjelaskan bahwa Allah SWT menurunkan perintah ini secara bertahap (tadrij). Proses ini dimulai dengan perintah kepada istri-istri Nabi, lalu kepada seluruh perempuan beriman untuk mengulurkan jilbabnya, seperti yang termaktub dalam Surat Al-Ahzab ayat 59:

“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59).

Hikmah di balik perintah ini sangat besar. Menutup aurat membantu terlaksananya perintah lain, seperti menjaga pandangan (ghadul bashar). Perintah ini juga sejalan dengan prinsip sadd az-zara’i’, yaitu menutup semua celah yang bisa mengarah pada dosa besar seperti zina. Pada intinya, menutup aurat adalah cara Islam melindungi kehormatan individu dan menjaga kesucian masyarakat. ( Dari berbagai sumber)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement