Pendahuluan: Bekal Akhlak Agung
Dalam kehidupan yang serba cepat dan pragmatis ini, kejujuran dan menepati janji adalah dua nilai yang semakin langka. Banyak yang mengejar keuntungan sesaat dengan berdusta, mengobral janji lalu mengingkarinya ketika waktunya tiba. Padahal, dalam timbangan Islam, jujur dan menepati janji adalah dua ciri utama orang beriman. Tanpa keduanya, seorang Muslim dapat terjerumus dalam sifat-sifat munafik, walaupun shalat dan ibadahnya tampak rajin.
Mari kita renungi kembali, bagaimana kedudukan jujur (ṣidq) dan menepati janji (wafā’ al-‘ahd) dalam pandangan syariat dan kehidupan Rasulullah ﷺ.
1. Kejujuran: Jalan Lurus Menuju Surga
Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebaikan, dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang sangat jujur (ṣiddīq).”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Kejujuran bukan hanya soal berkata benar. Ia adalah karakter hidup, integritas, kesungguhan hati, dan kejujuran niat. Bahkan sebelum diangkat menjadi Nabi, Rasulullah sudah digelari masyarakat sebagai Al-Amīn – orang yang terpercaya.
Bayangkan, musuh-musuh Islam pun tetap menitipkan harta mereka kepada Nabi ﷺ karena yakin beliau tidak akan berkhianat. Lalu bagaimana dengan kita, umatnya?
1.1. Jujur adalah Sifat Para Nabi
Setiap nabi yang disebut dalam Al-Qur’an disifati dengan ṣidq (jujur):
> “Dan ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Isma’il di dalam Kitab (Al-Qur’an). Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya (ṣādiqal wa’di), dan dia adalah seorang rasul dan nabi.” (QS. Maryam: 54)
Jujur adalah identitas para nabi, ciri utama orang bertakwa, dan syarat mutlak bagi siapa pun yang ingin menapaki jalan para pewaris nabi.
2. Tepat Janji: Ukuran Keimanan
Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Empat perkara, siapa yang ada padanya maka ia termasuk orang munafik murni. Dan siapa yang ada padanya salah satu dari empat perkara itu maka dia memiliki salah satu sifat munafik sampai dia meninggalkannya: jika berbicara dia berdusta, jika berjanji dia mengingkari, jika dipercaya dia berkhianat, dan jika berselisih dia curang.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini cukup membuat kita gentar. Mengingkari janji bukan sekadar kesalahan etika, namun ciri kemunafikan. Maka siapa pun yang mengaku beriman, wajib menjadikan janjinya sebagai amanah, yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.
2.1. Orang Beriman adalah Penepat Janji
Allah Ta’ala berfirman:
> “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.”
(QS. Al-Mu’minun: 8)
> “Dan tepatilah janji, karena sesungguhnya janji itu pasti akan diminta pertanggungjawabannya.”
(QS. Al-Isra: 34)
Betapa mulianya orang yang mampu menepati janjinya. Ia tidak hanya mendapat kepercayaan manusia, tetapi juga keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
3. Kisah Teladan: Nabi Muhammad ﷺ
Dalam sirah disebutkan bahwa sebelum kenabian, Nabi Muhammad ﷺ pernah berjanji kepada seorang lelaki untuk bertemu di suatu tempat. Lelaki itu lupa datang, namun Nabi tetap menunggu selama tiga hari di tempat tersebut hingga orang itu datang dan merasa malu luar biasa.
Begitu tingginya integritas Rasulullah ﷺ, bahkan untuk urusan janji pribadi yang tidak melibatkan hukum atau publik, beliau tetap menjaga komitmen dengan luar biasa.
4. Refleksi Zaman Kini: Dusta dan Ingkar Janji adalah Wabah Sosial
Hari ini kita melihat bagaimana dusta dipoles menjadi “strategi”, bagaimana janji jadi alat politik dan bisnis, bukan lagi amanah. Akibatnya?
Hilangnya kepercayaan di tengah masyarakat
Krisis kepemimpinan karena banyak pembohong
Runtuhnya institusi karena janji-janji palsu
Seorang Muslim harus menjadi pelopor perbaikan, bukan bagian dari krisis. Jadilah pribadi yang jujur dan terpercaya, walau itu berat. Karena kejujuran akan menuntunmu ke jalan keselamatan dunia dan akhirat.
5. Bagaimana Melatih Kejujuran dan Menepati Janji?
Berikut beberapa langkah praktis:
a. Niatkan untuk Allah
Niatkan jujur dan menepati janji sebagai bagian dari ibadah. Ini bukan sekadar moral sosial, tapi wujud dari ketaatan pada Allah.
b. Biasakan jujur dalam hal kecil
Jangan biasakan berbohong walau untuk hal sepele seperti alasan telat atau janji remeh. Yang kecil akan membentuk yang besar.
c. Jangan memberi janji jika tidak yakin bisa menepati
Hati-hati dalam membuat janji. Islam menganjurkan berpikir terlebih dahulu sebelum berkomitmen, karena janji itu tak ubahnya hutang.
d. Minta maaf dan perbaiki jika pernah ingkar
Jika pernah mengingkari janji, segeralah minta maaf dan jangan ulangi. Allah Maha Pengampun bagi siapa yang mau bertobat dan memperbaiki diri.
6. Penutup: Jujur dan Menepati Janji adalah Jalan Menuju Kemuliaan
Kejujuran dan menepati janji bukan hanya akhlak mulia, tapi penentu keselamatan iman seseorang. Dunia memang penuh godaan untuk berlaku dusta, atau mencari celah menghindari janji. Tapi setiap kita akan berdiri sendiri di hadapan Allah, dimintai pertanggungjawaban.
Jika ingin dihargai oleh manusia dan dimuliakan oleh Allah, maka jujurlah… dan jagalah janji-janji kita.
> “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan jadilah kamu bersama orang-orang yang jujur.”
(QS. At-Taubah: 119)
Salam Jujur, Salam Amanah. Semoga Allah menjadikan kita pribadi yang jujur laksana Abu Bakar Ash-Shiddiq dan penepat janji seperti Nabi Isma’il. Aamiin. (Tengku Iskandar)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
