Kalam
Beranda » Berita » Naik Gunung untuk Tadabur Alam, Tren atau Spiritualitas Islami?

Naik Gunung untuk Tadabur Alam, Tren atau Spiritualitas Islami?

Ilustrasi Tadabur Alam
Ilustrasi Tadabur Alam

Aktivitas naik gunung untuk tadabur alam kini menjadi sebuah tren yang sangat populer. Ia bukan lagi sekadar kegiatan olahraga atau hobi. Bagi banyak orang, gunung adalah tempat untuk mencari ketenangan. Sebuah ruang refleksi untuk lari sejenak dari hiruk-pikuk kehidupan kota. Mereka menyebutnya healing atau detoks mental.

Bagi seorang Muslim, naik gunung bukan hanya tentang menaklukkan puncak atau berfoto dengan latar pemandangan indah. Ia adalah sebuah perjalanan spiritual. Setiap gunung yang menjulang, hutan yang rimbun, dan langit yang membentang adalah ayat-ayat kauniyah. Tanda-tanda kebesaran Allah yang tertulis di alam semesta.

Tadabur Alam: Perintah Ibadah yang Sering Terlupakan

Allah SWT berulang kali memerintahkan manusia untuk memperhatikan dan merenungkan ciptaan-Nya. Salah satu ayat yang paling fundamental tentang tadabur alam dalam Islam terdapat dalam Surah Ali Imran.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ‘Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia…’”
(QS. Ali Imran: 190-191)

Kata tadabur dalam bahasa Arab berarti merenung secara mendalam. Ayat ini dengan jelas menunjukkan bahwa memikirkan penciptaan alam adalah ciri khas orang berakal (ulul albab). Maka, mendaki gunung sambil merenungi keagungan ciptaan Allah bukan sekadar aktivitas yang halal. Naik gunung untuk tadabur Alam bisa menjadi sebuah ibadah kontemplatif yang sangat kuat. Ibadah yang dapat menyegarkan iman dan menumbuhkan rasa syukur.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Nabi dan Kontemplasi di Ketinggian

Praktik merenung di tempat yang tinggi dan sunyi memiliki jejak dalam sirah Nabi Muhammad SAW. Sebelum diangkat menjadi rasul, beliau sering menyendiri (tahannuts) di Gua Hira. Gua ini terletak di puncak Jabal Nur (Gunung Cahaya), sebuah tempat tinggi di dekat Makkah. Di tengah kesunyian dan ketinggian itulah wahyu pertama turun.

Ini bukanlah sebuah kebetulan. Tempat yang tinggi secara fisik seringkali memberikan jarak dari urusan duniawi yang remeh. Ia mengarahkan hati dan pikiran kita pada hal-hal yang lebih esensial: makna hidup, tujuan penciptaan, dan ketundukan total kepada Sang Khaliq. Meskipun Nabi tidak naik gunung untuk tujuan “healing” seperti istilah kita hari ini, semangatnya tetap sama. Beliau berkontemplasi jauh dari keramaian untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Naik Gunung untuk Tadabur Alam

Agar aktivitas naik gunung atau menjelajahi alam tidak hanya menjadi tren sesaat, kita perlu membingkainya dengan nilai-nilai spiritual. Berikut adalah beberapa panduan agar perjalanan kita bernilai ibadah:

  1. Luruskan Niat: Niatkan pendakian Anda sebagai sarana untuk melakukan tadabur alam dalam Islam, bukan sekadar rekreasi atau pamer di media sosial.

  2. Jaga Adab Lingkungan: Tunjukkan akhlak seorang Muslim dengan tidak merusak tanaman, tidak mengganggu satwa liar, dan tidak membuang sampah sembarangan. Bawalah kembali sampah Anda.

    Riyadus Shalihin: Buku Panduan Kecerdasan Emosional (EQ) Tertua Dunia

  3. Bawa Bekal Spiritual: Selain logistik fisik, bawalah mushaf kecil, buku zikir, atau aplikasi Al-Qur’an di ponsel Anda. Manfaatkan waktu istirahat untuk membaca atau berzikir.

  4. Rutin Merenung: Di setiap kesempatan, baik saat melihat matahari terbit, kabut yang turun, atau hamparan bintang di malam hari, renungkanlah. Bertanyalah dalam hati, “Siapakah yang menciptakan semua keindahan ini?”

  5. Jangan Tinggalkan Shalat: Jaga shalat lima waktu. Lakukan di tempat yang bersih, bahkan jika harus dengan cara sederhana dan berjamaah dengan teman seperjalanan.

Islam tidak melarang rekreasi. Justru, Islam mendorong kita untuk menikmati keindahan ciptaan-Nya, namun dengan cara yang beradab dan meningkatkan keimanan.

Gunung sebagai Ruang Meditasi Islami

Aktivitas naik gunung tidak perlu dijauhi oleh umat Islam. Sebaliknya, ia bisa menjadi sarana khalwah modern. Sebuah cara untuk mengasingkan diri sejenak dari kebisingan dunia, untuk kembali terhubung dengan diri sendiri dan, yang terpenting, dengan Allah SWT. Ini bukanlah bentuk pelarian (escapism), melainkan sebuah perjalanan untuk menemukan makna yang lebih dalam.

Fenomena Flexing Sedekah di Medsos: Antara Riya dan Syiar Dakwah

Gunung, langit, dan udara yang sejuk adalah ayat-ayat Allah yang tak bersuara. Jika kita mau diam sejenak dan merenung dengan niat yang tulus, maka setiap langkah pendakian kita akan menjadi perjalanan spiritual yang akan menguatkan iman kita.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement