Opinion
Beranda » Berita » Setetes Gula Merah dan Lautan Hikmah: Pelajaran dari Seorang Penjual Lupis

Setetes Gula Merah dan Lautan Hikmah: Pelajaran dari Seorang Penjual Lupis

Setetes Gula Merah dan Lautan Hikmah: Pelajaran dari Seorang Penjual Lupis

Setetes Gula Merah dan Lautan Hikmah: Pelajaran dari Seorang Penjual Lupis.

 

 

📷 Pagi buta, di sudut sebuah pasar tradisional, seorang penjual lupis mulai membuka lapaknya. Di antara gerobaknya yang sederhana dan wadah-wadah lupis yang disusun rapi, ia melakukan sebuah gerakan kecil yang tak biasa: meneteskan sedikit gula merah ke lantai.

Mungkin bagi sebagian orang, itu adalah hal sepele, bahkan tampak aneh. Tapi tidak bagi beliau. Ada niat besar dalam gerakan kecil itu. Itu bukan kesalahan, bukan tumpahan tanpa sengaja. Itu adalah bentuk sedekah—bukan untuk manusia, melainkan untuk semut-semut kecil yang mengerumuni sekitar lapaknya.

Riyadus Shalihin: Antidot Ampuh Mengobati Fenomena Sick Society di Era Modern

Sedekah dalam Diam

Dalam dunia yang semakin bising dengan pencitraan, ketika amal kadang lebih sering dipublikasikan daripada disembunyikan, penjual lupis ini mengajarkan pada kita makna ikhlas yang hakiki. Ia berbagi bukan karena dilihat orang, bukan untuk dipuji atau diliput media, tapi semata karena Allah.

Setetes gula merah itu mungkin terlalu kecil untuk diperhitungkan secara ekonomi. Tapi bagi seekor semut, itu adalah rezeki yang cukup untuk dirinya dan bahkan untuk koloni kecilnya. Begitulah cara Allah mengatur rezeki. Tidak hanya kepada manusia, tapi juga pada makhluk kecil seperti semut yang bahkan sering luput dari pandangan mata kita.

Dalam Islam, kita diajarkan bahwa “Setiap yang bernyawa memiliki hak atas kebaikan kita.” Bahkan Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

> “Dalam setiap makhluk hidup ada pahala.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Termasuk ketika seseorang memberi makan binatang, seperti seekor anjing yang kehausan, dan Allah pun mengampuni dosanya karenanya. Maka bagaimana dengan seseorang yang setiap hari membagi rezekinya kepada makhluk kecil tanpa pamrih?

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

Menghidupkan Jiwa Sosial dengan Keteladanan Sederhana

Seringkali kita terlalu sibuk mencari bentuk-bentuk amal besar. Kita ingin menyumbang dalam jumlah besar, membangun masjid, menyantuni ratusan anak yatim. Semua itu tentu mulia. Tapi Islam juga sangat memuliakan kebaikan kecil, asal dilakukan dengan niat yang tulus.

Penjual lupis itu tidak sedang berceramah. Ia tidak mengutip ayat atau hadits. Tapi tindakannya lebih fasih dari kata-kata. Ia sedang menanamkan nilai-nilai ihsan dan rahmah melalui keteladanan. Ia mengajarkan kita bahwa berbagi tidak selalu harus banyak. Tidak harus menunggu kaya. Kadang cukup dengan “setetes gula merah”—dan itu sudah menjadi bahtera rezeki bagi makhluk lain.

Rezeki yang Tidak Pernah Habis

Sebagian orang takut berbagi karena merasa akan berkurang. Padahal, Allah justru menjanjikan sebaliknya:

> “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki.”
(QS. Al-Baqarah: 261)

Setetes gula merah itu mungkin terlihat seperti sesuatu yang hilang dari dagangannya. Tapi siapa sangka, barangkali keberkahan rezekinya hari itu datang dari situ. Mungkin dagangannya jadi lebih cepat habis. Mungkin pelanggannya jadi lebih banyak. Atau jika tidak, mungkin itu menjadi sebab turunnya rahmat yang tak tampak, seperti dijauhkan dari musibah, atau anak-anaknya tumbuh menjadi orang shalih.

Generasi Sandwich dan Birrul Walidain: Mengurai Dilema dengan Solusi Langit

Inilah yang disebut sebagai keberkahan. Bukan sekadar banyaknya harta, tapi manfaat dan ketenangan yang menyertainya. Sungguh, siapa yang memberi karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan yang jauh lebih baik.

Membangun Peradaban dari Nilai Kecil

Apa yang dilakukan penjual lupis ini bukan hanya memberi makan semut. Ia sedang mewariskan nilai, sedang menyiram benih-benih akhlak mulia ke dalam hati yang melihat dan memperhatikannya. Mungkin seorang anak kecil melihat itu dan kemudian tumbuh menjadi orang yang peduli kepada makhluk hidup. Mungkin seorang pedagang lain menirunya dan mulai menyisihkan sebagian rezeki untuk yang membutuhkan.

Bayangkan jika satu kebaikan kecil itu menginspirasi sepuluh orang. Dan dari sepuluh orang itu lahir seratus kebaikan baru. Beginilah peradaban dibangun: bukan dengan ceramah panjang, tapi dengan tindakan yang tulus dan konsisten.

Setetes Gula untuk Sebuah Senyum

Ada ungkapan hikmah: “Bisa jadi, satu senyuman dari orang yang kau bantu hari ini menjadi alasan Allah memasukkanmu ke dalam surga.”

Jika semut bisa bersyukur, mungkin mereka pun akan mengangkat tangan-tangan kecilnya dan berdoa untuk penjual itu. Jika saja kita bisa mendengar doa-doa makhluk tak bersuara, barangkali kita akan menangis karena malu. Kita yang diberi banyak, kadang pelit. Sementara mereka yang hidupnya pas-pasan, masih bisa berbagi dengan makhluk Allah yang lain.

Refleksi untuk Kita Semua

Maka tanyakanlah pada diri kita:

Sudahkah kita berbagi hari ini?

Apakah kita hanya membantu jika ada balasan?

Ataukah kita mampu melakukan kebaikan diam-diam, sekecil apapun, hanya karena Allah?

Jangan tunggu kaya untuk memberi. Jangan tunggu tenar untuk berbuat. Lihatlah penjual lupis itu. Ia tidak menunggu panggung. Ia tidak menanti pujian. Ia hanya ingin berbagi, setetes demi setetes, hari demi hari.

Dan siapa tahu, setetes itu… adalah tetesan yang mengalirkan rezeki dan rahmat dari langit.

Penutup: Mari Jadi Seperti Penjual Lupis Itu

Mari kita mulai hari ini dengan niat baru: Berbagi semampu kita, sekecil apapun itu.

Mungkin hanya satu senyuman tulus.

Mungkin satu tegukan air untuk musafir.

Mungkin sebutir nasi untuk seekor kucing jalanan.

Atau bahkan hanya satu doa yang tulus untuk saudara kita.

Karena pada akhirnya, kebaikan kecil yang dilakukan dengan cinta dan keikhlasan… akan menjelma menjadi pahala besar di sisi Allah, insyaAllah. 🌱 “Setetes gula merah yang ikhlas bisa menjadi jembatan menuju surga.” Salam Sehat dan Barokah. (Tommi Eka P/Tengku I.)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement