SURAU.CO-Sekolah atau sekedar formalitas? Pertanyaan ini mencuat di tengah kritik terhadap sistem pendidikan kita hari ini. Sekolah atau sekedar formalitas menjadi perbincangan yang semakin relevan, terutama saat banyak lulusan tak siap menghadapi tantangan dunia nyata. Pendidikan seharusnya menjadi jalan mencerdaskan kehidupan bangsa, namun mengapa hasilnya seringkali jauh dari harapan?
Kurikulum dan Relevansi: Antara Teori dan Realita
Kurikulum pendidikan dan relevansi materi menjadi sorotan utama dalam evaluasi pendidikan. Banyak pihak menilai bahwa isi kurikulum saat ini terlalu teoritis dan tidak kontekstual. Pelajaran yang diajarkan seringkali tidak mencerminkan kebutuhan zaman, seperti literasi digital, keterampilan berpikir kritis, dan kolaborasi.
Alih-alih mencetak pelajar yang adaptif dan inovatif, sistem pendidikan kita justru memproduksi generasi yang terjebak dalam rutinitas hafalan. Padahal, tantangan global menuntut lebih dari sekadar kemampuan mengerjakan soal pilihan ganda.
Peran Guru dan Evaluasi Pembelajaran
Peran guru dan metode evaluasi sangat menentukan arah dan kualitas pendidikan. Guru yang hanya terpaku pada buku teks dan penilaian berbasis angka seringkali gagal memotivasi siswa untuk berpikir kreatif.
Padahal, guru seharusnya menjadi fasilitator pembelajaran yang mampu menumbuhkan semangat belajar dan rasa ingin tahu. Sistem evaluasi yang terlalu menekankan nilai akhir justru membuat siswa belajar demi angka, bukan demi pemahaman. Hal ini memperkuat kesan bahwa sekolah hanya sekadar formalitas belaka.

kegiatan belajar mengajar
Infrastruktur dan Kesenjangan Pendidikan
Infrastruktur pendidikan dan kesenjangan akses menjadi hambatan besar yang belum tuntas diselesaikan. Di daerah terpencil, banyak sekolah kekurangan fasilitas dasar seperti ruang kelas layak, perpustakaan, bahkan guru tetap. Ini menimbulkan ketimpangan kualitas pendidikan yang mencolok antara kota dan desa.
Sekolah sebagai institusi pembentuk masa depan bangsa seharusnya hadir secara merata. Namun faktanya, pendidikan masih menjadi “kemewahan” di sebagian wilayah Indonesia, sehingga menimbulkan pertanyaan: apakah pendidikan benar-benar prioritas?
Budaya Belajar dan Tekanan Sosial
Budaya belajar dan tekanan sosial dalam sistem pendidikan juga patut dikritisi. Siswa didorong untuk bersaing ketat sejak dini, bahkan sejak usia taman kanak-kanak. Bimbingan belajar dan les privat menjadi “norma” baru yang menjamur demi mengejar prestasi akademik.
Hal ini menyebabkan tekanan mental, burnout, dan kehilangan makna belajar. Pendidikan kehilangan unsur “mendidik” dan berubah menjadi kompetisi skor semata. Jika orientasinya hanya nilai, sekolah bisa saja berubah menjadi formalitas belaka.
Solusi: Pendidikan yang Berakar pada Realita
Pendidikan yang bermakna harus berakar pada realita kehidupan siswa dan tantangan zaman. Pemerintah perlu memperbarui kurikulum secara berkala dengan melibatkan pelaku pendidikan, psikolog, dan dunia industri.
Guru juga perlu diberi pelatihan berkala untuk mengembangkan metode pengajaran yang lebih interaktif dan humanis. Evaluasi pembelajaran harus mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, bukan hanya hasil ujian akhir.
Pendidikan berbasis proyek, pembelajaran tematik, dan integrasi teknologi bisa menjadi solusi agar sekolah kembali bermakna dan bukan sekadar rutinitas belaka.
Penutup: Mari Kembalikan Makna Sekolah
Sekolah atau sekedar formalitas? Jawabannya tergantung pada komitmen kita semua Pemerintah, Guru, Orang tua, dan masyarakat—untuk mengembalikan pendidikan ke jalur yang benar. Sekolah seharusnya menjadi ruang tumbuh, bukan hanya tempat mengisi absensi.
Evaluasi sistem pendidikan harus dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan agar sekolah benar-benar mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan sekadar formalitas dalam bentuk seragam dan ijazah.
Sekolah seharusnya bukan sekadar formalitas, melainkan ruang tumbuh yang membentuk karakter dan keterampilan. Evaluasi sistem pendidikan penting agar proses belajar benar-benar bermakna. Dengan pendidikan yang relevan, kita dapat mencetak generasi unggul dan adaptif. di kutip dari berbagai sumber (Hen)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
