Gelombang semangat keagamaan kini melanda generasi muda Indonesia. Fenomena ini sering disebut sebagai “hijrah”. Banyak anak muda mulai mengubah gaya hidup mereka. Mereka berupaya menjadi pribadi yang lebih religius. Media sosial turut mempercepat penyebaran tren positif ini. Konten dakwah mudah diakses oleh siapa saja.
Namun, di balik semangat yang membara, ada sebuah tantangan besar. Tantangan itu adalah kedalaman ilmu agama. Semangat hijrah harus diiringi dengan proses belajar yang benar. Tanpa fondasi ilmu yang kokoh, hijrah bisa menjadi rapuh. Bahkan, bisa salah arah. Oleh karena itu, para ulama dan pendakwah menekankan satu hal penting. Mereka menganjurkan anak muda untuk kembali ke metode belajar klasik. Metode itu adalah belajar mengaji secara rutin dan bersanad.
Semangat Hijrah yang Perlu Arah
Hijrah anak muda adalah sebuah pemandangan yang menyejukkan. Mereka meninggalkan kebiasaan lama yang kurang baik. Mereka mulai rajin beribadah dan mengikuti kajian. Komunitas hijrah pun tumbuh subur di berbagai kota. Mereka saling mendukung dalam kebaikan. Ini adalah modal sosial yang sangat berharga.
Akan tetapi, semangat saja tidak cukup. Belajar agama tidak bisa hanya mengandalkan potongan video di internet. Atau kutipan-kutipan inspiratif tanpa konteks yang jelas. Pemahaman agama yang parsial sangat berbahaya. Ia bisa melahirkan sikap kaku dan mudah menyalahkan orang lain.
Seorang pemerhati fenomena keislaman, Ustaz Ridwan Kamil, menyoroti hal ini. Ia menyatakan, “Semangat hijrah itu ibarat api. Ia perlu wadah ilmu yang benar agar cahayanya menerangi. Tanpa wadah itu, api bisa membakar diri sendiri dan lingkungan sekitar.” Kutipan ini mengingatkan kita akan pentingnya bimbingan dalam beragama.
Pentingnya Belajar Ngaji dengan Guru yang Bersanad
Lalu, apa solusi untuk memastikan hijrah berjalan di jalur yang benar? Jawabannya adalah “ngaji bersanad”. Istilah ini mungkin terdengar asing bagi sebagian orang. Ngaji bersanad artinya belajar agama dari seorang guru. Guru tersebut memiliki rantai keilmuan yang jelas. Rantai ini bersambung hingga kepada para ulama terdahulu, bahkan sampai ke Rasulullah SAW.
Proses ini menjamin keaslian dan kemurnian ilmu yang diterima. Belajar secara bersanad bukan sekadar transfer pengetahuan. Ini adalah proses transfer adab, pemahaman, dan spiritualitas.
Beberapa keuntungan utama belajar ngaji secara bersanad antara lain:
-
Koreksi Langsung: Belajar Al-Quran membutuhkan bimbingan guru. Terutama dalam hal pelafalan huruf (makharij) dan hukum bacaan (tajwid). Kesalahan tidak bisa diperbaiki hanya dengan menonton video. Guru akan mengoreksi bacaan secara langsung hingga benar.
-
Pemahaman Kontekstual: Seorang guru akan menjelaskan ayat atau hadis sesuai konteksnya. Mereka membantu murid memahami sebab turunnya ayat (asbabun nuzul). Hal ini mencegah pemahaman literal yang sempit dan keliru.
-
Mewarisi Adab dan Akhlak: Berinteraksi dengan guru mengajarkan kita tentang adab. Kita belajar cara menghormati ilmu dan pembawanya. Akhlak guru yang baik akan menjadi teladan bagi para muridnya.
-
Menghindari Pemikiran Ekstrem: Guru yang memiliki sanad keilmuan yang jelas biasanya moderat. Mereka terhubung dengan tradisi ulama yang luas. Ini menjadi benteng dari paham-paham radikal atau ekstrem yang sering menyebar di internet.
Langkah Praktis Memulai Ngaji Bersanad
Memulai perjalanan belajar ini tidaklah sulit. Anak muda yang sedang hijrah bisa mengambil langkah-langkah praktis. Pertama, carilah masjid atau lembaga kajian terdekat. Biasanya, di sana ada program tahsin Al-Quran atau kajian kitab rutin.
Kedua, jangan ragu untuk bertanya tentang latar belakang keilmuan pengajar. Seorang guru yang baik tidak akan segan menjelaskan sanad ilmunya. Ketiga, berkomitmenlah untuk hadir secara rutin. Ilmu agama didapat melalui proses yang sabar dan berkelanjutan. Bukan dengan cara instan.
Proses hijrah adalah perjalanan seumur hidup. Ia bukan garis finis, melainkan garis start. Mengisinya dengan ilmu yang benar adalah sebuah keharusan. Dengan belajar ngaji yang rutin dan bersanad, semangat hijrah anak muda akan berbuah manis. Mereka tidak hanya berubah secara penampilan, tetapi juga matang secara keilmuan dan spiritual. Hijrah mereka menjadi lebih bermakna dan membawa rahmat bagi sesama.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
