Hukum Menggunakan Gigi Palsu dalam Islam
Penggunaan gigi palsu, atau dalam istilah medis disebut protesa gigi, adalah tindakan menggantikan gigi yang tanggal atau rusak dengan gigi buatan. Dalam pandangan Islam, hukum memakai gigi palsu dibolehkan, namun ada beberapa ketentuan syar’i yang perlu diperhatikan agar tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama.
🔹 Dalil dan Pendapat Ulama
Dalam hadits shahih, Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit, kecuali Allah juga menurunkan obatnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Ini menjadi dalil umum bahwa berobat dan memperbaiki anggota tubuh yang rusak (termasuk gigi) adalah diperbolehkan, bahkan dianjurkan jika membawa manfaat.
🔸 Kasus Arfajah bin As’ad
Dalam hadits lain disebutkan:
> “Arfajah bin As’ad pernah kehilangan hidungnya dalam peperangan. Lalu ia menggantinya dengan hidung dari perak, tetapi berbau busuk, maka Nabi ﷺ menyuruhnya untuk menggantinya dengan hidung dari emas.”
(HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, hasan)
🔹 Dari kisah ini, para ulama menyimpulkan bahwa menggunakan anggota tubuh buatan (prostetik) dibolehkan, jika:
1. Untuk kebutuhan medis atau fungsi (misalnya untuk mengunyah, bicara, atau estetika normal).
2. Tidak dimaksudkan untuk merubah ciptaan Allah secara sia-sia atau untuk berbangga-banggaan.
3. Tidak mengandung unsur najis dan tidak membahayakan.
✅ Hukum Gigi Palsu: Boleh, dengan Syarat
Berikut ini penjelasan lebih rinci terkait hukum penggunaan gigi palsu:
1. Tujuan Pemakaian
Jika digunakan untuk mengganti gigi yang rusak, memperbaiki fungsi mulut, atau mencegah dampak medis seperti penurunan kualitas bicara atau gangguan pencernaan, maka hukumnya mubah (boleh).
Jika digunakan hanya untuk mempercantik diri demi tampil beda dan menarik perhatian (tanpa alasan medis), maka termasuk tasyabbuh dan bisa mendekati haram, karena menyerupai perbuatan merubah ciptaan Allah secara sia-sia.
2. Jenis Bahan
Gigi palsu tidak boleh mengandung bahan najis, seperti dari gigi manusia lain yang tidak diketahui status sucinya.
Harus dari bahan yang suci dan tidak membahayakan, seperti porselen, akrilik, atau logam medis standar.
3. Bersifat Sementara atau Permanen
Gigi palsu boleh bersifat permanen selama tidak mengandung unsur penipuan, misalnya seseorang menyembunyikan kenyataan saat akan menikah atau dalam jual beli.
Untuk tujuan ibadah (misalnya wudhu dan mandi janabah), tidak wajib dicopot bila merepotkan dan air sulit menjangkau bagian di balik gigi palsu, karena mengikuti kaidah “al-masyaqqah tajlib at-taysir” (kesulitan mendatangkan kemudahan).

💡 Catatan Tambahan
Hukum dalam Madzhab Fikih:
Madzhab Syafi’i: Memperbolehkan penggantian anggota tubuh selama tidak bertujuan merubah ciptaan Allah dan ada manfaatnya.
Madzhab Hanbali dan Maliki: Juga memperbolehkan, dengan catatan bukan untuk menipu atau berbangga diri.
Fatwa Kontemporer: Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan fatwa dari ulama dunia (seperti Syaikh Bin Baz dan Al-Albani) menyatakan memasang gigi palsu hukumnya boleh dengan memperhatikan syarat-syarat medis dan syar’i.
🚫 Larangan yang Perlu Dihindari
1. Mengikir atau mengasah gigi asli untuk hiasan (tasyabbuh) → Diharamkan dalam hadits Nabi.
2. Menggunakan gigi manusia lain tanpa izin atau tanpa sepengetahuan → Termasuk menyakiti jenazah, dan ini dilarang.
3. Bahan haram atau najis, seperti tulang babi atau bahan yang berasal dari benda haram → Tidak boleh digunakan.
✅ Kesimpulan
🔸 Menggunakan gigi palsu hukumnya boleh dalam Islam, bahkan dianjurkan jika:
Ada kebutuhan medis.
Bertujuan memperbaiki fungsi, bukan sekadar kosmetik.
Tidak berasal dari bahan haram atau najis.
Tidak menipu orang lain dalam interaksi sosial atau pernikahan.
🔸 Bila ragu, konsultasikan kepada dokter gigi Muslim dan minta fatwa dari ulama setempat. (Tengku Iskandar)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
