Sejarawan mencatat proses masuknya Islam ke Indonesia melalui bukti nyata, bukan sekadar cerita turun-temurun. Ia adalah bagian penting dari perjalanan bangsa, dan hingga kini, sejarahnya masih menjadi ruang kajian yang terus berkembang. Namun, kapan dan bagaimana sebenarnya Islam mulai menyentuh Nusantara? Melalui jalur apa Islam datang? Dan bukti sejarah apa yang menunjukkan kedatangannya? Artikel ini membedah kapan dan bagaimana Islam masuk Indonesia dengan menelisik secara historis, menyatukan pandangan sejarawan dan peninggalan artefaktual yang dapat dilacak hingga hari ini.
Jalur Masuk: Perdagangan, Bukan Penaklukan
Jika banyak wilayah menerima Islam lewat kekhalifahan dan penaklukan, Indonesia justru menyambutnya melalui jalur dagang dan relasi maritim. Jalur laut yang menghubungkan Timur Tengah, India, Cina, dan Asia Tenggara membuat Indonesia menjadi simpul penting dalam perdagangan rempah-rempah.
Para pedagang Muslim dari Gujarat, Yaman, Persia, hingga Mesir membawa serta nilai-nilai Islam ke pelabuhan-pelabuhan penting di pesisir Sumatra dan Jawa. Mereka tidak hanya menjual barang, tapi juga membawa akhlak, budaya, dan pengetahuan Islam. Menurut sejarawan T.W. Arnold dalam bukunya The Preaching of Islam, penyebaran Islam di Asia Tenggara berlangsung secara damai dan persuasif, bukan dengan pedang.
Bukti Awal: Batu Nisan & Naskah Tua
Para arkeolog menemukan batu nisan Fatimah binti Maimun dari tahun 1082 M di Leran, Gresik—bukti awal masuknya Islam ke Indonesia. Batu nisan ini menggunakan huruf Arab dan mencantumkan doa Islam yang menunjukkan bahwa pemiliknya adalah Muslimah.
Di Sumatra, batu nisan Sultan Malik al-Saleh, pendiri Kerajaan Samudera Pasai, bertanggal 1297 M, menjadi petunjuk kuat bahwa pada akhir abad ke-13 M, telah berdiri kerajaan Islam pertama di Indonesia. Catatan ini diperkuat oleh berita dari penjelajah Maroko, Ibnu Battuta, yang mengunjungi Samudera Pasai dan menyaksikan kehidupan Islam di sana.
Peran Ulama & Jaringan Internasional
Para ulama dan mubaligh lokal membangun jaringan pendidikan Islam melalui pesantren dan surau setelah Islam menyebar di pesisir. Di Jawa, tokoh seperti Sunan Ampel dan Wali Songo berperan besar dalam menyebarkan ajaran Islam secara kultural dan kontekstual mengaitkan dakwah dengan kesenian, sastra, dan adat setempat. Islam juga berkembang pesat karena adanya jaringan intelektual ulama Nusantara yang belajar di Mekkah dan Madinah. Mereka membawa pulang ilmu, kitab-kitab, dan jaringan yang semakin menguatkan akar Islam di Indonesia.
Bukan Islam Arab, tapi Islam Nusantara
Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia tidak mematikan budaya lokal. Sebaliknya, Islam disambut dan diinterpretasikan melalui budaya yang telah ada. Ini menciptakan karakter Islam Indonesia yang damai, toleran, dan berbasis komunitas. Tradisi seperti slametan dan tahlilan, serta berbagai seni tradisi merupakan contoh akulturasi yang memperlihatkan Islam tumbuh bersama budaya, bukan menentangnya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
