Ibadah
Beranda » Berita » Menghidupkan Dzikir dengan Ruas Jari: Warisan Sunnah yang Terlupakan

Menghidupkan Dzikir dengan Ruas Jari: Warisan Sunnah yang Terlupakan

Menghidupkan Dzikir dengan Ruas Jari: Warisan Sunnah yang Terlupakan

Menghidupkan Dzikir dengan Ruas Jari: Warisan Sunnah yang Terlupakan.

 

 

Dalam kehidupan yang serba cepat dan penuh gangguan ini, banyak dari kita yang lupa bahwa ada jalan yang sangat sederhana namun luar biasa untuk mendekat kepada Allah—yaitu dengan dzikir. Dzikir bukan sekadar bacaan rutin atau lafaz yang diulang-ulang. Ia adalah sarana membersihkan hati, menenangkan jiwa, dan mengingat Rabb semesta alam dalam setiap tarikan napas kita.

Satu hal menarik yang jarang dibahas adalah cara menghitung dzikir yang diajarkan langsung oleh Rasulullah ﷺ—dengan menggunakan ruas-ruas jari tangan. Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 1345 dan juga dijelaskan dalam Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan at-Tirmidzi menyebutkan:

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

> “Hitunglah (dzikir) itu dengan ruas-ruas jari karena sesungguhnya (ruas-ruas jari) itu akan ditanya dan akan dijadikan dapat berbicara (pada hari Kiamat).”

Hadits ini bukan hanya menekankan pentingnya berdzikir, tetapi juga menunjukkan bahwa anggota tubuh kita akan menjadi saksi atas apa yang kita lakukan. Bahkan jari-jemari kita—yang terlihat sederhana—akan memberikan kesaksian pada hari ketika tiada satupun amal tersembunyi.

Makna Tersembunyi di Balik Ruas Jari

Gambar yang ditampilkan menunjukkan bahwa tangan manusia, khususnya tangan kanan, terdiri atas 33 ruas jari. Ini sangat relevan karena salah satu bentuk dzikir yang umum setelah shalat adalah membaca:

Subhanallah 33 kali
Alhamdulillah 33 kali
Allahu Akbar 33 kali (atau versi lain: 34 kali Allahu Akbar untuk menyempurnakan menjadi 100)

Dengan 33 ruas ini, kita bisa menghitung dengan tepat tanpa bantuan alat atau tasbih. Ini adalah teknologi alami dari Allah ﷻ yang tertanam langsung di tubuh kita—fitrah yang suci dan sederhana.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Menggunakan jari-jari tangan dalam berdzikir bukan hanya karena praktis, tetapi juga karena ia menghidupkan sunnah Rasulullah ﷺ. Rasul tidak membawa tasbih, tetapi menghitung dengan ujung-ujung jarinya, seperti yang dilakukan oleh para sahabat wanita, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits shahih.

Keutamaan Berdzikir

Allah ﷻ telah menjanjikan banyak keutamaan bagi orang-orang yang senantiasa berdzikir. Di antaranya:

1. Ditinggikan derajatnya di sisi Allah

> “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa apabila mereka disentuh oleh bisikan setan, mereka ingat (dzikir) kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (QS. Al-A’raf: 201)

2. Memberikan ketenangan dalam jiwa

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

> “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

3. Menghapus dosa dan menambah pahala
Dzikir ringan di lisan namun berat di timbangan amal, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

> “Dua kalimat yang ringan di lisan, berat dalam timbangan (amal), dan dicintai oleh Ar-Rahman adalah: Subhanallahi wa bihamdih, Subhanallahil ‘azhim.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Mengenal 33 Ruas Jari Tangan

Dalam gambar tersebut dijelaskan bahwa:

Tangan kanan terdiri dari 5 jari.

Masing-masing jari memiliki 2 hingga 3 ruas, totalnya 14 ruas di telapak dan 19 di bagian atas—sehingga berjumlah 33 ruas.

Dengan mengenali setiap ruas ini, kita bisa melatih konsistensi berdzikir tanpa perlu menghitung secara verbal yang kadang bisa terlupa. Metodenya pun sederhana:

1. Gunakan ibu jari untuk menyentuh ruas jari lainnya.
2. Mulailah dari bawah hingga ke ujung.
3. Satu ruas = satu kali dzikir.
4. Selesaikan hingga 33 kali sesuai jumlah ruas.

Mengapa Menggunakan Tangan Lebih Utama daripada Tasbih?

Tasbih memang bukan perkara bid’ah selama tidak disertai keyakinan bahwa itu lebih utama daripada yang diajarkan Nabi ﷺ. Namun, menggunakan tangan memiliki keutamaan tersendiri:

1. Langsung dari sunnah Nabi
2. Lebih praktis dan tidak bergantung pada benda luar
3. Menjadi saksi amal di akhirat

Imam Nawawi rahimahullah dalam Al-Adzkar berkata:

> “Sunnah menggunakan jari-jari tangan untuk menghitung dzikir, karena tangan akan bersaksi.”

Menanamkan Dzikir dalam Kehidupan Sehari-hari

Berikut beberapa cara agar kita bisa membiasakan dzikir dengan tangan:

1. Setelah Shalat Fardhu
Segera setelah salam, biasakan untuk membaca dzikir dengan ruas jari tangan:

Subhanallah 33x
Alhamdulillah 33x
Allahu Akbar 33x

2. Dalam Perjalanan atau Antrian
Saat menunggu atau berjalan, gunakan tangan kanan untuk dzikir dalam hati sambil menyentuh ruas jari.

3. Saat Gelisah atau Sedih
Daripada menggulir layar ponsel tanpa arah, lebih baik berdzikir menggunakan jari. Lakukan dengan kesadaran penuh.

4. Mengajarkan kepada Anak-anak
Ajarkan anak-anak sedari kecil menghitung dzikir dengan jari, bukan dengan alat. Ini akan menjadi warisan kebiasaan sunnah yang langgeng.

Refleksi Diri: Akankah Jari Kita Menjadi Saksi Kebaikan

Bayangkan ketika Hari Kiamat tiba. Saat manusia dibangkitkan dan semua anggota tubuh bersaksi atas apa yang pernah dilakukan. Lidah mungkin membantah, tetapi jari-jari kita akan berbicara—mereka akan mengingat dzikir yang kita hitung dengannya setiap hari.

> “Pada hari (ketika) lidah mereka, tangan mereka, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. An-Nur: 24)

Apakah jari-jemari kita akan bersaksi bahwa kita banyak mengingat Allah, atau justru lebih sering digunakan untuk menggulir dosa dan kelalaian?

Penutup: Sunnah yang Perlu Dihidupkan Kembali

Mari kita hidupkan kembali warisan Rasulullah ﷺ yang sederhana ini. Kita tidak perlu menunggu menjadi ahli ibadah atau ulama besar untuk memulai dzikir. Cukup dengan kesadaran, konsistensi, dan kerendahan hati, kita bisa menjadi hamba Allah yang dicintai-Nya.

Tidak ada alat yang lebih canggih dari apa yang telah Allah ciptakan: tangan kita sendiri.

Jadikan 33 ruas jari itu sebagai ladang pahala harian kita, agar kelak tangan ini bisa berkata kepada Allah:

> “Ya Rabb, aku telah digunakan untuk mengingat-Mu setiap hari.”

Sunnah itu ringan. Tapi jika dijaga, akan menjadi pemberat amal kita di akhirat. Mulailah dengan jari—dengan dzikir—dan biarkan tangan kita menjadi saksi keimanan yang tak terbantahkan. (Tengku Iskandar)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement