Ada saat-saat dalam hidup ini ketika kita berada sendirian. Tidak ada teman untuk diajak bicara. Tidak ada keluarga yang mengerti. Tidak ada pelukan yang meredakan beban. Yang tersisa hanyalah dirimu sendiri… dan Allah.
Di saat seperti itu, engkau akan tahu siapa dirimu yang sebenarnya.
Bukan topeng yang biasa kau kenakan di depan orang lain.
Bukan senyum basa-basi yang hanya kau tampilkan di keramaian.
Bukan juga gelar atau pencapaian yang selama ini membuatmu dipandang.
Ketika dirimu sendiri, kau akan tahu:
Apakah hatimu tenang karena dekat dengan Allah,
atau gelisah karena selama ini hanya berpaut pada manusia?
Kesendirian yang Membuka Hati
Kesendirian bukanlah kutukan. Justru, dalam sunyi itu Allah sedang memanggilmu kembali.
Bukan karena Allah menjauh, tapi karena engkau terlalu sibuk berlari mengejar dunia dan melupakan-Nya.
Rasulullah ﷺ pernah berkata:
> “Sesungguhnya Allah berfirman: Aku bersama hamba-Ku selama ia mengingat-Ku dan kedua bibirnya bergerak menyebut nama-Ku.”
(HR. Ibnu Majah)
Dalam sepi, Allah ingin engkau menyebut nama-Nya.
Dalam tangis, Allah ingin engkau menumpahkan doa-doa yang selama ini tertahan.
Dalam kesendirian, Allah ingin menjadi satu-satunya tempatmu bersandar.
Bukan Tentang Banyaknya Teman, Tapi Siapa yang Tinggal Saat Semua Pergi
Sering kali kita merasa kuat karena dikelilingi banyak orang. Tapi manusia itu fana.
Teman bisa berpaling.
Keluarga bisa salah paham.
Pasangan bisa berubah.
Anak-anak pun bisa meninggalkan.
Lalu siapa yang tersisa?
Allah.
Hanya Allah yang tidak pernah meninggalkanmu walau engkau sering melupakan-Nya.
Hanya Allah yang tidak menilaimu dari penampilan atau reputasi.
Allah menilaimu dari hati, dari niat, dari amal yang tersembunyi.
Ketika Semua Hilang, Maka Kau Akan Tahu Siapa Pemilik Segalanya
Mungkin Allah membuatmu sendiri bukan karena engkau tidak layak dicintai,
tapi karena Allah ingin engkau mencintai-Nya sepenuhnya dulu.
Mungkin Allah membuatmu jatuh bukan untuk menyakitimu,
tapi agar engkau tahu bahwa dunia tidak bisa diandalkan sepenuhnya.
Allah berfirman:
> “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan doa orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku…” (QS. Al-Baqarah: 186)
Sendiri Adalah Waktu untuk Mengenal Diri dan Mendekat pada Ilahi
Jika hari ini engkau merasa sendiri, jangan sedih terlalu lama.
Jadikan itu sebagai waktu untuk mengenali hatimu, membersihkan niatmu, dan menghidupkan kembali hubunganmu dengan Tuhanmu.
Berdoalah… bukan hanya untuk dimengerti orang lain,
tapi agar Allah menguatkan dirimu sendiri.
Menangislah… bukan karena kecewa pada dunia,
tapi karena rindu akan pelukan kasih sayang dari Sang Pencipta.
Kesimpulan
Ketika Dirimu Sendiri… Engkau Tidak Pernah Benar-benar Sendiri. Kesendirian bukan akhir.
Ia adalah awal dari sebuah perjalanan batin yang jujur.
Ia adalah tempat Allah menguatkanmu, membersihkanmu, dan menuntunmu menuju kedewasaan iman.
Dirimu sendiri bukanlah lemah.
Tapi ia sedang disiapkan untuk menjadi lebih kuat, lebih bijak, dan lebih dekat kepada Allah.
Maka, jangan takut sendiri.
Karena dalam sunyi itu… ada Allah yang Maha Mendengar, Maha Melihat, dan Maha Menyayangimu lebih dari siapa pun.
🇮🇷 #Fakta Iran: Kehidupan Kaum Yahudi di Negeri Syiah
Tahukah Anda bahwa Iran — negara yang sering diberitakan berseteru dengan Israel — justru menjadi salah satu negara dengan populasi Yahudi terbesar di dunia, terutama di kawasan Timur Tengah di luar Israel?
Menurut Komite Yahudi Tehran, jumlah warga Yahudi di Iran diperkirakan mencapai 25.000 hingga 35.000 orang. Sekitar 15.000 jiwa di antaranya tinggal di ibu kota, Tehran, sementara sisanya tersebar di berbagai kota lain seperti Hamadan, Shiraz, Isfahan, Kermanshah, Yazd, Kerman, Rafsanjan, Borujerd, Sanandaj, Tabriz, dan Urmia.
🕍 Yahudi di Negara Islam?
Ini mungkin terdengar mengejutkan bagi sebagian orang, namun komunitas Yahudi di Iran telah hadir sejak ribuan tahun silam, bahkan sejak masa penawanan Babilonia. Ketika bangsa Persia (Iran kuno) di bawah Raja Kuros (Cyrus the Great) membebaskan orang-orang Yahudi dari Babilonia, mereka pun tinggal dan berkembang di wilayah Persia.
Hingga kini, mereka masih menjalankan kehidupan keagamaannya secara terbuka, memiliki sinagoga, sekolah, rumah sakit, dan bahkan memiliki wakil resmi di parlemen Iran. Dalam konstitusi Iran, kaum Yahudi diakui sebagai minoritas agama resmi bersama Kristen dan Zoroaster.
🏛️ Perlindungan Konstitusional
Meskipun Iran adalah negara Islam Syiah yang menerapkan hukum syariah dalam beberapa aspek kehidupan publik, konstitusinya memberikan perlindungan kepada minoritas agama. Warga Yahudi diizinkan menjalankan ibadah, ritual, dan budaya mereka secara bebas. Mereka tidak dipaksa berpindah agama, dan memiliki perwakilan di Majelis Permusyawaratan Islam (parlemen Iran).
Ini menjadi bukti nyata bahwa Islam — ketika diterapkan secara adil — tidak berarti menindas minoritas, bahkan dalam negara dengan mayoritas mutlak Muslim sekalipun.
🎭 Antara Yahudi dan Zionis
Penting untuk membedakan antara Yahudi sebagai umat agama dan Zionis sebagai ideologi politik. Pemerintah Iran sangat keras menentang Zionisme, yaitu ideologi pendirian negara Israel yang seringkali dituding menindas rakyat Palestina. Namun, hal itu tidak berarti Iran memusuhi Yahudi sebagai agama atau etnis.
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, beberapa kali menyatakan bahwa permusuhan Iran adalah terhadap rezim Zionis, bukan terhadap orang Yahudi. Bahkan, perayaan-perayaan Yahudi masih dilakukan secara terbuka di Tehran dan kota-kota lainnya.
📸 Gambar yang Berbicara
Foto di atas menunjukkan perwakilan komunitas Yahudi Iran berjalan dalam rombongan, dengan pakaian khas dan kitab agama di tangan. Ini menjadi simbol eksistensi dan kebebasan beragama yang masih dinikmati oleh mereka di Iran.
Di saat banyak negara Muslim lainnya mengalami ketegangan dengan minoritas agama, Iran justru menunjukkan wajah yang berbeda: persaudaraan di tengah perbedaan.
🔍 Penutup
Iran mungkin dikenal dengan berbagai kontroversinya di dunia politik internasional, namun realita di dalam negeri menunjukkan fakta yang kompleks dan menarik. Hubungan historis, perlindungan konstitusional, dan toleransi keagamaan yang diberikan kepada komunitas Yahudi di Iran menjadi contoh bahwa perbedaan agama tak selalu berarti permusuhan. (Tengku Iskandar)
📚 Sumber: Komite Yahudi Tehran, Konstitusi Republik Islam Iran dan Laporan independen media internasional
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
