Sejarah
Beranda » Berita » Pacu Jalur: Tradisi Kuansing yang Tak Lekang dan Tak Lapuk

Pacu Jalur: Tradisi Kuansing yang Tak Lekang dan Tak Lapuk

pacujalurkuansing
pacu jalur kuantan singingi

Pacu Jalur adalah tradisi lomba dayung perahu panjang yang berasal dari Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Lomba ini menggunakan perahu kayu besar yang disebut “jalur”, yang dapat memuat hingga 60 orang pendayung dalam satu tim.

Jalur bukan sekadar perahu, melainkan simbol warisan budaya dan identitas masyarakat Kuansing. Jalur bukan sekadar perahu balap, melainkan warisan budaya yang menjadi kebanggaan masyarakat Kuansing.

Sejarah Pacu Jalur

Pacu Jalur sudah dikenal sejak awal abad ke-17 oleh masyarakat adat di sepanjang Sungai Kuantan. Awalnya, kegiatan ini bukan perlombaan, tetapi bagian dari tradisi memperingati hari besar Islam, penyambutan tamu kerajaan, atau pesta rakyat.

Seiring waktu, tradisi ini berkembang menjadi kompetisi tahunan yang diadakan secara meriah. Pemerintah Hindia Belanda sempat mendukung tradisi ini untuk menarik simpati rakyat, dan setelah kemerdekaan, Pacu Jalur menjadi agenda budaya tahunan resmi.

Proses Pembuatan Jalur dan Estetikanya

Pembuatan satu buah jalur bisa memakan waktu 1 hingga 3 bulan, tergantung ukuran dan kerumitannya. Pembuatan jalur membutuhkan waktu dan keterampilan tinggi serta melibatkan banyak orang dari satu desa.

Mustafa Kemal Ataturk: Modernisasi dan Perkembangan Islam Modern

Panjang jalur dapat mencapai lebih dari 25 meter dengan bentuk ramping dan lancip di kedua ujungnya. Setelah dibentuk, jalur dihias secara artistik menggunakan ornamen warna-warni dan lambang identitas desa pemiliknya.

Panjang jalur bervariasi antara 25 sampai 40 meter, dan mampu menampung 45 hingga 60 anak pacu, termasuk tukang timbo (pengarah kecepatan), tukang onjai (penyeimbang), dan juru mudi. 

Perlombaan 

Jalur berpacu secara berpasangan (head to head) dan melalui sistem gugur hingga menyisakan juara utama. Masing-masing tim terdiri dari anak pacu yang harus mendayung secara serempak dengan aba-aba tukang timbo.

Irama yang harmonis, kekompakan, dan kekuatan otot menjadi kunci utama kemenangan dalam pacu jalur.

Penonton biasanya membawa alat musik tradisional, bendera desa, dan memberi semangat kepada tim mereka dengan sorakan dan yel-yel khas.

Peran Pemikiran Al-Farabi; Pencerahan Filsafat Yunani dan Barat

Satu jalur terdiri dari 45 hingga 60 anak pacu, tergantung panjang jalurnya. Di antara mereka terdapat beberapa peran penting, seperti tukang timbo (pengatur aba-aba), tukang onjai (penjaga keseimbangan di belakang), dan juru mudi (pengendali arah).

Hadiah dan Penghargaan 

Juara perlombaan ini memperoleh hadiah yang beragam, baik dari pemerintah maupun sponsor. Hadiah utama bisa berupa uang tunai puluhan juta rupiah, tropi bergilir dari Bupati Kuansing, dan piagam penghargaan.

Tahun 2024, Festival Nasional Pacu Jalur di Tepian Narosa mencatat 225 jalur bertanding—rekor baru terbanyak sejauh ini.

Pemenang utama di Final Festival Tepian Narosa 2024 adalah, Putri Anggun Sibiran Tulang dari Desa Banjar Padang sebagai juara Umum. Selanjutnya, Toduang Biso Rimbo Piako dari Desa Pebaun Hilir sebagai juara kedua. Kemudian 3 Putri Keramat Dubalang Hitam asal Desa Tambak sebagai juara ketiga.

Nilai Budaya dan Sosial

Pacu Jalur bukan sekadar olahraga air, melainkan bagian dari kehidupan sosial dan budaya masyarakat Kuantan Singingi. Tradisi ini mempererat persaudaraan antarwarga desa, membangun semangat gotong royong, dan menjaga identitas lokal di tengah arus modernisasi.

Kitab Taisirul Kholaq: Terobosan Pembelajaran Akhlak Metode Salafiyah

Acara ini juga mendorong sektor pariwisata, ekonomi UMKM, dan promosi budaya daerah. Masyarakat menjual kuliner khas seperti lemang, rendang, dan kerupuk ubi, serta kerajinan tangan selama festival berlangsung.

Pelestarian dan Masa Depan

Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi bersama lembaga kebudayaan terus melestarikan Budaya tradisional ini  melalui pendidikan di sekolah, pelatihan komunitas, serta digitalisasi arsip budaya.

Pacu Jalur telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Penetapan ini dilakukan untuk melestarikan dan mengakui nilai historis serta budaya dari tradisi Pacu Jalur. 

Pacu Jalur adalah simbol kegigihan, kekompakan, dan semangat pantang menyerah masyarakat Kuansing. *TeddyNs


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement