KENAPA HARUS AKHIRAT YANG DIUTAMAKAN?
Dalam kehidupan ini, manusia sering kali terjebak dalam kesibukan duniawi: mengejar karier, menumpuk harta, membangun rumah tangga, menyusun rencana masa depan, dan memimpikan hidup yang mapan. Namun, di tengah hiruk pikuk itu semua, manusia kerap lupa bahwa dunia hanyalah tempat singgah. Ia bukan tempat tinggal yang kekal, melainkan stasiun sementara menuju kehidupan abadi: akhirat.
Gambar ini menyuguhkan pertanyaan reflektif yang sangat penting: “Kenapa harus akhirat yang diutamakan?” Jawaban dari pertanyaan ini sangat menyentuh: “Karena sesibuk apapun kamu merencanakan masa depan, sekali Allah bilang ‘pulang’, semua rencana akan selesai.”
Ini adalah pengingat yang dalam. Ketika Allah memanggil kita kembali—yakni kematian telah tiba—maka semua cita-cita dunia, semua agenda yang tertunda, semua investasi dan bisnis, semuanya akan berhenti. Tak ada satu pun yang dapat dibawa selain amal perbuatan.
1. Dunia Adalah Titipan, Akhirat Adalah Tujuan
Allah menciptakan manusia di dunia ini dengan misi: sebagai hamba (‘abd) dan sebagai khalifah (wakil Allah). Tapi dunia hanyalah tempat ujian. Kita dititipi waktu, tenaga, keluarga, harta, jabatan, bahkan tubuh ini pun hanyalah pinjaman. Suatu saat nanti, semua itu akan diambil kembali oleh Pemiliknya: Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kalimat dalam gambar ini menegaskan:
> “Ingat… hidup ini cuma titipan. Bahkan dirimu sendiri, bukan milikmu sepenuhnya.”
Betapa sering kita merasa bahwa hidup ini sepenuhnya dalam kendali kita. Padahal, kita tidak pernah bisa memilih dilahirkan dari rahim siapa, di mana, dan kapan. Bahkan kapan kita mati pun bukan keputusan kita. Kita hanyalah tamu di dunia ini.
Karena itu, mengutamakan akhirat bukan berarti menelantarkan dunia. Sebaliknya, dunia dikelola dan dimanfaatkan sebagai jalan menuju akhirat. Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau seorang musafir.”
(HR. Bukhari)
Artinya, kita hidup di dunia ini bukan untuk menetap, tapi hanya melewati. Orang yang cerdas adalah yang menyiapkan bekal terbaik untuk perjalanan panjangnya.
2. Rencana Manusia Tak Akan Mampu Mengalahkan Ketetapan Allah
Sering kali kita menulis daftar impian: tahun ini harus menikah, tahun depan beli rumah, tahun ketiga naik jabatan, lalu keliling dunia. Tidak salah—bahkan Islam menganjurkan umatnya untuk visioner dan terencana. Namun, semua rencana harus disandarkan kepada kehendak Allah. Karena ketika ajal menjemput, rencana tinggal rencana.
> “Sesungguhnya ketetapan Allah itu pasti datang, maka janganlah kamu meminta untuk disegerakan.”
(QS. An-Nahl: 1)
Betapa banyak orang yang meninggal ketika sedang merencanakan masa depan: calon pengantin yang tak sempat menikah, sarjana muda yang wafat sebelum bekerja, atau orang kaya yang wafat sebelum menikmati hartanya.
Semua itu bukan kebetulan, tapi cara Allah menunjukkan bahwa kita bukan pemilik masa depan. Maka, mengutamakan akhirat adalah bentuk kesadaran bahwa yang kekal hanya amalan untuk kehidupan setelah mati.
3. Akhirat: Tempat Pertanggungjawaban yang Sebenarnya
Dunia adalah ladang amal. Setiap niat, ucapan, dan tindakan akan dicatat dan diperhitungkan. Suatu hari, kita semua akan berdiri di hadapan Allah untuk dihisab. Tidak ada yang bisa bersembunyi, tidak ada yang bisa beralasan.
“Barang siapa yang lebih mengutamakan dunia, maka Allah akan cerai-beraikan urusannya dan menjadikan kefakiran di hadapannya, dan dunia tidak datang kepadanya kecuali sekadar yang telah ditetapkan. Dan barang siapa yang menjadikan akhirat sebagai niat utamanya, maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia datang kepadanya dalam keadaan tunduk.”
(HR. Ibnu Majah)
Hadis ini menjadi motivasi bagi setiap orang yang ingin menyeimbangkan hidup dunia akhirat. Dunia yang dikejar tanpa orientasi akhirat hanya akan melelahkan. Tapi ketika orientasinya akhirat, maka dunia akan mengikuti dan tunduk pada ridha Allah.
4. Menjadikan Dunia Sebagai Sarana, Bukan Tujuan
Mengutamakan akhirat bukan berarti berhenti bekerja atau tidak punya cita-cita. Islam tidak mengajarkan umatnya menjadi malas atau pasrah. Justru, orang yang imannya kuat akan lebih semangat bekerja karena tahu hasilnya bukan hanya untuk dunia, tapi juga akan dibalas di akhirat.
Ketika seseorang bekerja dengan niat untuk menafkahi keluarga karena Allah, maka pekerjaannya menjadi ibadah. Ketika seseorang bersedekah dari hasil kerja kerasnya, maka itu menjadi amal jariyah. Bahkan senyuman dan akhlak baik bisa menjadi bekal akhirat, selama diniatkan karena Allah.
5. Akhirat: Tempat Kembali yang Pasti
Setiap orang akan pulang. Bukan ke kampung halaman, tapi ke kampung akhirat. Dunia hanya sebentar, akhirat selamanya. Di dunia, kita bisa menghindar dari pengadilan. Di akhirat, tidak ada yang bisa lolos.
Maka dari itu, jangan sia-siakan hidup dengan mengejar sesuatu yang fana. Prioritaskan amal yang akan kita bawa: shalat, sedekah, ilmu yang bermanfaat, akhlak mulia, doa anak saleh, dan segala bentuk amal kebaikan.
Penutup: Pilihan Hidup yang Menentukan Nasib Abadi
Setiap detik dalam hidup ini adalah kesempatan untuk memilih: dunia atau akhirat. Kita bisa memilih menjadi orang yang hanya sibuk dengan urusan dunia, atau menjadi orang yang menata dunia sebagai jembatan menuju surga.
Akhirat tidak akan merugikan siapa pun yang mengutamakannya. Bahkan, Allah akan menambah keberkahan di dunia bagi siapa pun yang hidup dengan orientasi akhirat.
Maka dari itu, mari jadikan hidup ini sebagai investasi akhirat. Karena ketika Allah berkata “pulang”, tak ada lagi waktu untuk menulis rencana. Yang tersisa hanyalah apa yang telah kita amalkan. (Tengku Iskandar, M.Pd)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
