Berita
Beranda » Berita » Rahasia Kebahagiaan Perempuan Lereng Merapi di Tengah Ancaman Bencana

Rahasia Kebahagiaan Perempuan Lereng Merapi di Tengah Ancaman Bencana

Ilustrasi gambar Gunung Merapi saat mengeluarkan awan panas

Bagi masyarakat Lereng Merapi, hidup di bawah bayang-bayang salah satu gunung api paling aktif di Indonesia tidak menyurutkan kebahagiaan. Inilah realitas unik yang dialami oleh masyarakat di lereng selatan Gunung Merapi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hastuti dan Widyastuti (2017), mengungkap rahasia kebahagiaan perempuan lereng Merapi, khususnya di Kecamatan Cangkringan, yang hidup harmonis dengan ancaman bencana. Mereka percaya, Merapi yang bisa mengancam setiap saat nyatanya tetap bersahabat dengan penduduknya.

Merapi: Bencana yang Membawa Berkah

Gunung Merapi termasuk gunung api paling aktif yang memiliki letusan eksplosif setiap empat tahun. Erupsi besar terakhir pada  menewaskan  orang. Meski begitu, lereng Merapi tetap menjadi kawasan padat penduduk. Alih-alih menganggapnya sebagai bencana, masyarakat justru melihat Merapi sebagai sumber berkah.

Mengapa demikian? Hasil letusan berupa lahar panas dan hujan lahar ternyata menjadi sumber pendapatan. Pasir dan batu sisa erupsi menjadi material yang menopang ekonomi keluarga. Selain itu, abu vulkanik membuat tanah mereka tetap subur, sehingga pertanian memiliki prospek yang baik. Seorang warga bernama Ratmi (59 tahun) berpendapat bahwa Merapi adalah sumber kehidupan keluarganya secara turun-temurun. Bagi mereka, Merapi adalah berkah, bukan musibah.

Komponen yang Membangun Kebahagiaan

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perempuan di lereng selatan Merapi merasakan tingkat kebahagiaan yang memadai. Mereka tidak mendasarkan kebahagiaan hanya pada satu faktor, tetapi membangunnya dari berbagai aspek kehidupan yang saling terkait.

  • Jaminan Kesehatan dan Aset:
    Para perempuan menjaga kesehatan mereka dengan baik dan memanfaatkan jaminan kesehatan yang mereka miliki. Seluruh responden (100%) tercatat memiliki akses jaminan kesehatan yang siap digunakan saat mereka sakit. Mereka juga merasa tenang karena memiliki berbagai aset. Mereka memiliki rumah, pekarangan, sawah, ladang, ternak, perhiasan, kendaraan bermotor, tabungan, dan jaminan hari tua. Aset-aset ini memberi rasa aman dan menumbuhkan optimisme terhadap masa depan.
  • Pendapatan dan Pekerjaan:
    Sebagian besar perempuan di Glagahmalang turut bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Mereka menghasilkan pendapatan antara Rp1.000.000 hingga Rp2.000.000 per bulan. Mereka umumnya bekerja sebagai petani, namun sebagian juga bekerja sebagai penambang pasir dan pedagang.
  • Hubungan Sosial yang Kuat:
    Para perempuan menjaga hubungan sosial yang erat dengan keluarga, tetangga, dan teman. Mereka terus memperkuat jaringan sosial yang berperan penting saat bencana datang. Mereka saling membantu, berbagi informasi, dan menjaga harta benda milik tetangga yang harus mengungsi. Ikatan sosial ini memberi kekuatan bagi penyintas untuk bangkit kembali.
  • Kesiapsiagaan dan Hiburan:
    Seluruh perempuan telah mengikuti pelatihan kebencanaan setelah erupsi. Mereka juga meluangkan waktu untuk menikmati hiburan, seperti menyaksikan pertunjukan kesenian daerah. Mereka tidak hanya bersiap menghadapi bencana, tetapi juga menjaga keseimbangan emosional dan kebahagiaan melalui aktivitas budaya.

Hidup Harmonis dengan Alam

Perempuan lereng Merapi menunjukkan pemahaman yang mendalam terhadap karakter gunungnya. Mereka mewariskan kewaspadaan terhadap ancaman bencana dari generasi ke generasi sejak usia dini. Mereka meyakini bahwa bahaya dari Merapi tidak muncul tiba-tiba, melainkan didahului oleh tanda-tanda alam yang bisa mereka kenali.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Namun, mereka masih perlu meningkatkan pemahaman terkait mitigasi teknis. Hanya sebagian kecil yang memahami pentingnya pengendalian pembangunan di sepanjang sungai (9,09%) dan zonasi evakuasi (33,33%). Meski begitu, mereka menunjukkan kesiapan tinggi dalam aspek lain. Mereka memastikan ketersediaan transportasi, air bersih, sanitasi, dan bantuan pangan saat bencana terjadi.

Pada akhirnya, mereka menemukan kebahagiaan dari cara hidup yang berdampingan dengan gunung api aktif. Mereka tidak menganggap Merapi sebagai ancaman yang menakutkan, melainkan sebagai bagian dari kehidupan yang membawa berkah. Mereka membangun kebahagiaan dari kehidupan yang selaras dengan alam, dan menjadikannya fondasi yang kuat dalam menghadapi tantangan.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement