Berita
Beranda » Berita » Begini Awal Mula Program KKN diluncurkan

Begini Awal Mula Program KKN diluncurkan

Mahasiswa UGM saat acara Pembekalan dan Pelepasan KKN (Sumber: Universitas Gadjah Mada)

Kuliah Kerja Nyata: Pilar Tridarma yang Terlupakan?

Universitas Gadjah Mada (UGM) baru saja melaksnakan upacara pengarahan dan penerjunan KKN-PPM Periode 2 Tahun 2025, Jum’at (20/6/2025). Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan wujud nyata dari dharma pengabdian masyarakat dalam sistem pendidikan tinggi Indonesia. UGM merupakan salah satu pelopor yang mengembangkan KKN sejak 1971 dan menjadikannya sebagai mata kuliah wajib sejak 1976. Sejak itu, KKN menjadi bagian penting dari identitas “universitas kerakyatan”.

Menurut Suwignyo dkk., dalam artikelnya dituliskan bahwa “Melalui KKN, mahasiswa diharapkan memperoleh kesempatan untuk mendampingi masyarakat dalam mengurai permasalahan sosial dan kesejahteraan yang dihadapi, dan mencari jalan keluarnya bersama-sama.”

Dari PTM ke KKN: Evolusi Konsep

Pada perkembangan awal, KKN merupakan kelanjutan dari program Pengerahan Tenaga Mahasiswa (PTM) yang sudah berjalan sejak tahun 1950-an. Program ini awalnya ditujukan untuk memberantas buta huruf dan kekurangan guru. Namun, pasca peristiwa G30S, PTM dihentikan dan baru bertransformasi menjadi KKN pada awal 1970-an.

Kampus-Kampus besar seperti UGM, UNAND, dan UNHAS menjadi pelaksana proyek perintis “Pengabdian Mahasiswa kepada Masyarakat” yang menjadi cikal bakal KKN nasional. Kemudian istilah “Kuliah Kerja Nyata” sendiri diusulkan oleh Koesnadi Hardjasoemantri pada seminar tahun 1972.

Masa Keemasan Orde Baru

Pada masa Orde Baru, KKN menjadi sangat populer karena pemerintah menganggap program ini sebagai mitra pembangunan yang efektif. Pemerintah menyebarkan mahasiswa ke pelosok desa untuk mendampingi masyarakat. UGM bahkan menetapkan KKN sebagai bagian dari kurikulum wajib.

Meneladani Seni Hidup Imam Nawawi: Kunci Keseimbangan Dunia dan Akhirat

Namun, banyak pihak melontarkan kritik terhadap konsep ini. Suwignyo dkk. menilai bahwa penyelenggara KKN UGM pada masa Orde Baru hanya fokus pada aspek manajerial tanpa mempertanyakan dasar konseptualnya.

Guncangan Reformasi dan Kritik Mahasiswa

Reformasi 1998 membawa angin perubahan dan mendorong mahasiswa untuk mulai menggugat keberadaan KKN. Pada tahun 1999, BEM UGM melakukan polling yang menunjukkan bahwa 54,5% mahasiswa menilai masyarakat tidak lagi membutuhkan program tersebut. Lebih lanjut, mahasiswa mengkritik lemahnya transparansi anggaran, minimnya relevansi kegiatan, serta ketidaksesuaian antara tema KKN dan latar belakang keilmuan mereka.

Lebih jauh lagi, salah satu mahasiswa dalam artikel tersebut menyatakan bahwa mereka tidak mampu melakukan pemberdayaan apa pun, selain menjalankan KKN sebagai rutinitas demi menaikkan gengsi universitas.

Transformasi Menuju KKN Tematik

Menghadapi berbagai kritik, UGM melakukan reorientasi besar. Mulai 2001, dikembangkan KKN Tematik dan sejak 2005 diperkenalkan istilah KKN Tematik Kontekstual. Setahun berikutnya, pada tahun 2006 kemudian berkembang menjadi KKN PPM. Fokus KKN bergeser dari sekadar tinggal di desa ke program berbasis isu spesifik seperti kewirausahaan, digitalisasi desa, hingga mitigasi bencana.

KKN pun diperluas ke wilayah “terluar” Indonesia seperti Pulau Miangas dan Sebatik. Pada 2020-2022, pandemi COVID-19 memaksa KKN bertransformasi menjadi program daring berbasis jaringan internet.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Tantangan Masa Kini dan Evaluasi Kritis

Meskipun telah bertransformasi, KKN masih menghadapi tantangan besar: apakah program ini masih relevan dengan kebutuhan mahasiswa dan masyarakat saat ini. Naskah akademik tahun 2005 mencatat bahwa banyak pihak menganggap program-program KKN kurang ilmiah, bahkan menggambarkan mahasiswa seperti Sinterklas yang datang hanya untuk memberi tanpa proses partisipatif yang bermakna.

Oleh karena itu, para penyelenggara perlu terus mengevaluasi pelaksanaan KKN secara berkelanjutan. Mereka harus mendorong kerja yang partisipatif, bukan sekadar simbolik. Program ini juga harus memberikan umpan balik nyata bagi pengembangan ilmu dan kemajuan masyarakat.

Transformasi KKN UGM mencerminkan bagaimana berbagai aktor menegosiasikan idealisme, realitas sosial, dan perubahan politik. Sejak masa Orde Baru hingga era digital, UGM terus menyesuaikan KKN dengan konteks zaman. Namun, kritik yang terus bermunculan menunjukkan bahwa para pelaksana perlu melakukan refleksi mendalam. Jika ingin mempertahankan relevansinya, mereka harus membumikan KKN, memastikan partisipasi yang sejati, dan menyesuaikan program dengan kebutuhan masyarakat masa kini.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement