Kalam
Beranda » Berita » Keistimewaan Menangis Karena Takut kepada Allah

Keistimewaan Menangis Karena Takut kepada Allah

Menangis karena Takut Kepada Allah

SURAU.CO – Air mata adalah ekspresi emosi manusia yang paling murni. Kita menangis saat sedih, terharu, atau bahkan bahagia. Namun, ada satu jenis tangisan yang memiliki bobot berbeda di sisi Tuhan. Tangisan itu lahir dari rasa takut kepada Allah SWT. Ini bukanlah air mata keputusasaan. Sebaliknya, ini adalah bukti dari hati yang hidup. Hati tersebut sadar akan keagungan Sang Pencipta. Dalam kesibukan dunia, momen seperti ini sangatlah berharga. Mari kita selami lebih dalam mengapa tangisan ini begitu istimewa dalam ajaran Islam.

Tanda Keimanan yang Menetes dari Pelupuk Mata

Menangis karena takut kepada Allah merupakan cerminan iman yang mendalam.[1] Hal ini menunjukkan kesadaran seorang hamba akan posisi dirinya di hadapan Tuhannya. Ia mengerti ada kekuatan yang jauh lebih besar. Ia juga memahami ada pertanggungjawaban atas setiap perbuatan. Rasa takut ini bukanlah takut yang melumpuhkan. Ia adalah rasa takut yang mendorong kita untuk menjadi lebih baik. Ia memotivasi kita untuk menjauhi larangan dan mendekati perintah-Nya. Tangisan ini menjadi bukti nyata getaran iman di dalam dada. Ia adalah pengakuan tulus atas segala kelemahan diri di hadapan kebesaran Allah.

Janji Naungan di Hari Tanpa Naungan

Keistimewaan tangisan ini ditegaskan dalam sebuah hadits agung. Rasulullah SAW menggambarkan sebuah hari yang sangat dahsyat. Hari itu adalah hari kiamat. Matahari berada sangat dekat. Tidak ada tempat untuk berlindung dari panasnya. Namun, Allah menjanjikan naungan istimewa bagi tujuh golongan manusia. Salah satunya adalah mereka yang meneteskan air mata karena Allah.

Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: … وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ”

Membangun Etos Kerja Muslim yang Unggul Berdasarkan Kitab Riyadus Shalihin

“Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Tujuh golongan yang akan dinaungi Allah dalam naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: … dan seseorang yang mengingat Allah dalam kesendirian lalu meneteskan air matanya.’” (HR. Bukhari no. 660 dan Muslim no. 1031)

Hadits ini menyoroti sebuah perbuatan yang sangat personal. Mengingat Allah dalam kesendirian.[1] Tidak ada orang lain yang melihat. Tidak ada pujian yang dicari. Air mata yang tumpah dalam sunyi inilah yang bernilai tinggi. Inilah puncak ketulusan seorang hamba dengan Rabb-nya.

Dua Syarat Utama Diterimanya Amalan

Untuk meraih janji mulia tersebut, ada dua syarat yang harus terpenuhi dalam setiap amalan. Pertama adalah keikhlasan. Kedua adalah mengikuti tuntunan (sunnah) Rasulullah SAW. Ikhlas berarti kita melakukan sesuatu murni hanya untuk Allah. Bukan untuk mencari perhatian atau validasi dari manusia. Amalan yang paling berat sekalipun akan sia-sia jika niatnya salah.

Allah SWT berfirman:

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

Frugal Living Ala Nabi: Menemukan Kebahagiaan Lewat Pintu Qanaah

“Katakanlah (Muhammad), ‘Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Esa.’ Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahf: 110)

Ayat ini secara jelas mengikat perbuatan baik dengan niat yang lurus. Yaitu tidak menyekutukan Allah dalam ibadah.[1] Inilah inti dari keikhlasan.

Perisai dari Api Neraka

Selain janji naungan, menangis karena Allah juga menjadi perisai dari siksa neraka. Ini adalah sebuah anugerah yang luar biasa. Rasulullah SAW memberikan jaminan yang sangat kuat dalam sabdanya. Beliau menggunakan perumpamaan yang mustahil terjadi untuk menekankan kepastiannya.

Beliau bersabda:

لَا يَلِجُ النَّارَ رَجُلٌ بَكَى مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ حَتَّى يَعُودَ اللَّبَنُ فِي الضَّرْعِ

Menyelaraskan Minimalisme dan Konsep Zuhud: Relevansi Kitab Riyadhus Shalihin di Era Modern

“Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena takut kepada Allah hingga susu kembali ke putingnya (sesuatu yang mustahil terjadi).” (HR. Tirmidzi no. 1633)

Hadits ini menjadi motivasi besar bagi kita. Setiap tetes air mata yang lahir dari rasa takut kepada-Nya memiliki potensi untuk menyelamatkan kita.[1] Ia menjadi pemadam api kemurkaan Allah. Ia juga berfungsi sebagai pembersih dosa-dosa yang telah lalu.

Mengubah Air Mata Menjadi Amal Nyata

Momen spiritual saat kita menangis harus dimanfaatkan dengan baik. Jangan biarkan ia berlalu begitu saja. Jadikan ia sebagai titik balik. Momen ini adalah waktu yang tepat untuk introspeksi diri. Kita bisa merenungkan kesalahan dan dosa kita. Setelah itu, tanamkan tekad kuat untuk berubah. Ubah kesedihan dan penyesalan menjadi energi positif. Energi untuk meningkatkan ibadah dan perbuatan baik. Syekh Ibn Uthaimin menyebut tangisan ini sebagai pendorong ketaatan. Ia adalah tanda hati yang lembut yang siap menerima kebenaran.[1]

Mulailah dengan langkah kecil. Luangkan waktu khusus setiap hari untuk berzikir. Renungkan ciptaan Allah dalam kesendirian. Evaluasi kembali niat dalam setiap aktivitas. Apakah sudah lurus karena Allah? Teruslah berdoa memohon keistiqamahan. Semoga Allah menjadikan kita hamba-Nya yang memiliki hati yang mudah tersentuh karena takut kepada-Nya, dan meraih kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement