SURAU.CO – Pada dasarnya, setiap manusia menempuh perjalanan unik di dunia. Perjalanan ini tidak selamanya mulus dan datar. Terkadang, kita harus mendaki tanjakan terjal. Di lain waktu, kita menyusuri turunan yang curam. Oleh karena itu, berbagai rintangan menjadi bagian tak terpisahkan dari proses ini. Namun, bagi seorang Muslim, tantangan bukanlah sekadar nasib. Sebaliknya, ujian hidup adalah sarana dari Allah SWT untuk membentuk hamba-Nya. Ujian ini datang untuk menguji tingkat keimanan serta kesabaran kita. Dengan demikian, memahami tujuan di balik setiap cobaan adalah kunci utama. Pemahaman ini membantu kita untuk tetap tegar dan tabah.
Lebih lanjut, perspektif Islam mengajarkan bahwa kesulitan adalah sebuah panggilan. Panggilan agar kita semakin mendekat kepada Sang Pencipta. Dalam hal ini, ujian berfungsi sebagai pengingat status kita sebagai hamba. Melaluinya, Allah ingin melihat seberapa dalam keyakinan kita. Dia juga ingin mengukur kegigihan kita dalam berpegang pada tali-Nya. Pada hakikatnya, ujian merupakan bentuk kasih sayang Allah. Cobaan tersebut dapat membersihkan dosa. Selain itu, ia mengangkat derajat seorang mukmin di sisi-Nya. Dengan pemahaman ini, kita bisa melihat kesulitan sebagai sebuah peluang. Sebuah peluang untuk menjadi pribadi yang lebih kuat dan bijaksana.
Ujian sebagai Bukti Keimanan dari Allah
Allah SWT secara tegas menyatakan bahwa setiap hamba pasti akan diuji. Ujian ini datang dalam berbagai bentuk. Semuanya menyentuh aspek fundamental dalam kehidupan kita. Hal ini dijelaskan secara gamblang dalam firman-Nya.
“Dan Kami akan menguji kamu dengan sesuatu ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata: ‘Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kami akan kembali kepada-Nya.’ Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 155-157).
Ayat ini memberikan kerangka pemahaman yang sangat jelas. Misalnya, rasa takut akan masa depan adalah sebuah ujian. Begitu pula dengan kekurangan sumber daya dan kelaparan. Bahkan, kehilangan orang yang dicintai menjadi bagian dari skenario ilahi. Meskipun demikian, ayat tersebut tidak hanya menjelaskan bentuk ujian. Ayat itu juga langsung memberikan solusi serta kabar gembira. Solusinya adalah kesabaran. Sementara itu, kabar gembiranya adalah rahmat bagi mereka yang sabar. Hal ini menegaskan bahwa ujian dan pertolongan selalu datang bersamaan.
Kunci Menghadapi Ujian dengan Tegar
Untuk menghadapi badai kehidupan, Islam menawarkan beberapa pilar utama. Pilar-pilar ini berfungsi sebagai jangkar agar kita tidak mudah goyah. Mari kita telaah satu per satu.
1. Tawakal: Berserah Diri Sepenuhnya
Pertama dan paling mendasar adalah pilar tawakal. Secara sederhana, tawakal adalah sikap berserah diri kepada Allah. Ini dilakukan setelah kita berikhtiar secara maksimal. Sikap tawakal dapat menumbuhkan ketenangan jiwa. Sebab, kita yakin hasilnya adalah ketetapan terbaik dari-Nya. Keyakinan ini kemudian mengikis habis rasa cemas yang berlebihan.
“Katakanlah: ‘Tiada yang akan menimpaku selain dari apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami; Dia adalah Pelindung kami; maka hanya kepada Allahlah orang-orang yang beriman bertawakal.’” (QS. At-Tawbah: 9:51).
2. Doa: Senjata Orang Beriman
Pilar selanjutnya adalah doa. Doa merupakan senjata paling ampuh bagi seorang mukmin. Karenanya, saat menghadapi kesulitan, berdoalah dengan tulus. Mintalah kekuatan, petunjuk, dan juga kesabaran kepada-Nya. Jangan pernah merasa beban kita terlalu berat. Sebab, Allah lebih tahu batas kemampuan setiap hamba-Nya.
“Tidaklah Allah memikulkan seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 2:286).
3. Syukur: Mengubah Perspektif
Di samping itu, ada pula kekuatan syukur. Ujian seringkali membuat kita fokus pada apa yang hilang. Sebaliknya, Islam mengajarkan kita untuk bersyukur dalam segala kondisi. Oleh karena itu, cobalah mengingat nikmat lain yang masih ada. Misalnya kesehatan, keluarga, dan kesempatan beribadah. Sikap syukur mampu mengubah perspektif kita secara drastis. Ia mengubah keluh kesah menjadi penerimaan yang lapang. Bahkan, Allah menjanjikan tambahan nikmat bagi mereka yang pandai bersyukur.
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memberitahukan: ‘Jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.’ ” (QS. Ibrahim: 14:7).
4. Sabar: Bertahan dengan Ikhlas
Pilar penting lainnya adalah kesabaran. Sabar merupakan benang merah yang menghubungkan pilar lainnya. Perlu diingat, sabar bukan berarti diam tanpa usaha. Justru, sabar adalah kemampuan untuk bertahan. Termasuk menahan diri dari amarah di tengah kesulitan. Kesabaran adalah proses aktif yang membutuhkan kekuatan mental. Dengan bersabar, kita menunjukkan keikhlasan pada takdir Allah.
5. Al-Quran dan Hadits: Sumber Petunjuk Abadi
Terakhir, kembalilah pada Al-Quran dan Hadits. Saat merasa goyah, keduanya adalah sumber petunjuk abadi. Keduanya juga menjadi sumber ketenangan yang tak pernah kering. Bacalah kisah-kisah para nabi di dalamnya. Mereka menghadapi ujian yang jauh lebih berat. Namun, mereka melaluinya dengan iman yang kokoh. Dengan demikian, merenungkan firman Allah akan memberi inspirasi. Hal ini akan menyalakan kembali harapan di dalam hati.
Pada intinya, ujian hidup adalah bagian yang tak terhindarkan. Ia adalah bagian dari eksistensi setiap manusia. Oleh karena itu, cara kita meresponsnya akan menentukan kualitas diri kita. Melalui tawakal, doa, syukur, dan sabar, setiap cobaan dapat menjadi tangga. Tangga untuk naik ke tingkat keimanan yang lebih tinggi. Maka dari itu, ingatlah selalu, setiap ujian adalah panggilan cinta dari Allah. Panggilan untuk kita agar senantiasa mendekatkan diri kepada-Nya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
