SURAU.CO – Arus informasi di era digital bergerak secepat kilat. Hanya dalam sekejap, sebuah kabar dapat menjadi viral. Pesan tersebut menyebar luas melalui media sosial dan grup percakapan. Namun, kecepatan ini sering kali mengesampingkan kehati-hatian. Banyak orang ingin menjadi yang pertama dalam menyebarkan warta. Akibatnya, mereka melupakan satu prinsip fundamental dalam ajaran Islam, yaitu tabayyun.
Secara sederhana, tabayyun adalah proses mencari kejelasan. Konsep ini menuntun kita untuk memeriksa kebenaran sebuah kabar. Kita tidak boleh langsung memercayai semua yang diterima. Terlebih lagi, jika sumbernya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Prinsip ini sangat relevan di zaman sekarang. Dunia modern sering menyebutnya sebagai cek dan ricek. Sayangnya, banyak pihak yang melupakan ajaran luhur ini.
Ancaman Fitnah di Ujung Jari
Kelalaian dalam verifikasi membuat berita bohong menyebar tanpa kendali. Jempol kini menjadi lebih tajam daripada lisan. Sebuah kabar palsu bisa merusak nama baik seseorang. Bahkan, dampak buruknya mampu menghancurkan keharmonisan dalam masyarakat. Bahaya fitnah memang sangat besar. Al-Qur’an bahkan menegaskan hal ini secara gamblang. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 191.
“وَٱلْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ ٱلْقَتْلِ”
Artinya: “Dan fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan.”
Ayat tersebut menunjukkan betapa seriusnya dampak dari fitnah. Kerusakan yang ditimbulkannya bisa sangat meluas. Ia dapat menyulut konflik serta perpecahan. Oleh sebab itu, kita harus senantiasa waspada. Hindari menyebarkan pesan yang belum terverifikasi. Selalu tahan jari Anda sebelum membagikan sesuatu. Pastikan dahulu kebenarannya secara cermat.
Perintah Langsung dari Al-Qur’an
Menanggapi bahaya tersebut, ajaran Islam memberikan panduan yang jelas. Perintah untuk bertabayyun datang langsung dari Allah SWT. Hal ini tertuang dalam Surat Al-Hujurat ayat 6.
“يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوٓا۟ أَن تُصِيبُوا۟ قَوْمًۢا بِجَهَٰلَةٍ فَتُصْبِحُوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَٰدِمِينَ”
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.”
Firman Allah ini menjadi pedoman utama bagi kaum beriman. Kita diperintahkan untuk selalu waspada terhadap kabar yang dibawa orang fasik. Proses verifikasi menjadi sebuah keharusan. Tujuannya adalah agar kita tidak mengambil langkah yang keliru. Sebuah tindakan gegabah dapat berakibat fatal bagi orang lain. Pada akhirnya, penyesalan akan datang dari perbuatan kita sendiri.
Cermin Sejarah: Pelajaran dari Kisah Aisyah RA
Salah satu contoh paling monumental mengenai fitnah tercatat dalam sejarah Islam. Peristiwa ini menimpa Aisyah RA, istri tercinta Rasulullah SAW. Seseorang bernama Abdullah bin Ubay menyebarkan isu keji. Ia menuduh Aisyah RA telah berbuat serong. Kabar bohong ini dengan cepat menyebar di Madinah. Situasi tersebut sontak membuat Rasulullah SAW dan para sahabat gelisah.
Namun, Allah SWT tidak membiarkan fitnah itu berlangsung lama. Sekitar sebulan kemudian, wahyu pun turun. Wahyu ini secara langsung membersihkan nama baik Aisyah RA. Peristiwa ini diabadikan dalam Surat An-Nur ayat 12.
“لَّوْلَآ إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ ٱلْمُؤْمِنُونَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتُ بِأَنفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا۟ هَٰذَآ إِفْكٌ مُّبِينٌ”
Artinya: “Mengapa orang-orang mukmin dan mukminat tidak berprasangka baik terhadap diri mereka sendiri, ketika kamu mendengar berita bohong itu dan berkata, ‘Ini adalah (suatu berita) bohong yang nyata’.”
Kisah ini memberikan pelajaran yang sangat berharga. Seharusnya kaum beriman senantiasa berprasangka baik. Terutama kepada sesama muslim yang memiliki rekam jejak yang baik. Sikap mulia ditunjukkan oleh Abu Ayyub al-Anshari. Ketika sang istri bertanya soal rumor itu, ia menjawab dengan tegas. Baginya, kabar tersebut adalah kebohongan nyata. Ia membandingkan dengan istrinya sendiri yang mustahil melakukannya. Tentu saja Aisyah RA jauh lebih suci dan mulia.
Menerapkan Tabayyun di Zaman Modern
Pelajaran dari masa lalu ini sangat relevan untuk masa kini. Kita harus bersikap kritis terhadap semua gosip. Selalu gunakan akal sehat untuk menimbang sebuah warta. Terlebih lagi, bertabayyun di zaman sekarang bukanlah hal sulit. Berbagai perangkat tersedia untuk melakukan verifikasi. Kita dapat mencari sumber berita yang kredibel. Selain itu, kita bisa membandingkan informasi dari berbagai media terpercaya. Kuncinya terletak pada kemauan dalam diri kita.
Dengan demikian, membudayakan tabayyun bukan sekadar anjuran. Ia telah menjadi sebuah keharusan di tengah derasnya arus informasi. Mari kita jadikan sikap teliti dan tidak mudah percaya sebagai bagian dari karakter. Langkah kecil ini akan membawa dampak besar bagi terciptanya lingkungan sosial yang sehat dan harmonis.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
