Beranda » Berita » Pribadi Tangguh dengan Cahaya Iman dan Ilmu

Pribadi Tangguh dengan Cahaya Iman dan Ilmu

Membangun Pribadi Tangguh dengan Cahaya Iman dan Ilmu.

 

 

Di tengah arus zaman yang semakin cepat dan deras, tantangan kehidupan tak lagi hanya berbentuk kesulitan ekonomi atau tekanan sosial, tetapi juga berupa gempuran nilai-nilai yang sering kali menjauhkan manusia dari fitrah dan tujuan hidup yang hakiki. Di sinilah peran penting dari sosok yang tidak hanya berpakaian Islami, tetapi juga menghadirkan wajah penuh ketenangan dan senyum keikhlasan, menjadi sangat relevan. Sebab, penampilan adalah cerminan niat, dan senyum adalah buah dari hati yang damai.

Dalam gambar ini, terpancar keteduhan dari sosok yang mengenakan kopiah bertuliskan UMRI—singkatan dari Universitas Muhammadiyah Riau. Sebuah simbol tidak hanya dari identitas akademik, tetapi juga dari misi keilmuan dan dakwah. Di wajahnya, terlukis senyum tenang, hasil dari jiwa yang sudah dipoles oleh pengalaman hidup, ilmu, dan tentu saja keimanan yang mendalam.

Isteriku Sayang, Cahaya Tenang dalam Hidupku

Menjadikan Ilmu sebagai Pilar Kehidupan

Ilmu adalah pelita yang menerangi jalan gelap. Dalam Islam, menuntut ilmu adalah ibadah, bahkan Rasulullah ﷺ bersabda, “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah). Maka tidaklah berlebihan bila seseorang menjadikan institusi seperti UMRI bukan hanya sebagai tempat menimba ilmu dunia, tetapi juga sebagai medan untuk menumbuhkan semangat dakwah dan kebermanfaatan.

Sosok dalam foto ini bisa kita bayangkan sebagai seorang pendidik, da’i, atau ayah yang senantiasa membimbing dengan hikmah. Keteduhan wajahnya berbicara lebih banyak daripada ribuan kata; seolah ingin menyampaikan bahwa keteguhan prinsip, keikhlasan dalam beramal, dan ketulusan dalam mengabdi adalah kunci menjadi pribadi tangguh yang siap memimpin, bukan hanya dalam skala kecil seperti keluarga, tetapi juga dalam lingkup umat.

Keteladanan yang Hidup

Kepemimpinan bukan hanya soal jabatan, tetapi tentang pengaruh dan teladan. Banyak orang hebat dalam teori, tetapi tidak sedikit yang gagal menjadi panutan karena lisan dan tindakannya tidak selaras. Namun dari foto ini, tergambar sosok yang telah berdamai dengan dirinya, yang bisa saja telah menempuh jalan berliku dalam hidup, namun tidak pernah berhenti menebar senyum. Sebab ia tahu, di balik setiap tantangan ada pelajaran yang Allah titipkan.

Senyum yang tulus adalah pancaran hati yang ikhlas. Dan keikhlasan hanya lahir dari hati yang dekat dengan Rabb-nya. Hati yang kokoh seperti itu biasanya lahir dari kebiasaan dzikir, munajat dalam tahajjud, dan istiqamah dalam majelis ilmu. Maka dari itu, marilah kita meneladani pribadi seperti ini—pribadi yang lembut namun kokoh, santun namun tegas, rendah hati namun penuh wibawa.

Mendidik dengan Cinta dan Keteladanan

Kita hidup di zaman di mana nasihat tidak selalu didengar, dan kebenaran kadang disalahpahami. Tapi, satu hal yang tak bisa dibantah adalah kekuatan dari teladan. Ketika seseorang menasihati dengan hati, dengan cinta, dengan akhlak, maka bahkan hati yang keras bisa mencair. Itulah mengapa pendidikan dalam Islam tidak semata-mata transmisi ilmu, tetapi juga pembentukan adab dan jiwa.

Hari Guru: Menghargai Sosok yang Menyalakan Cahaya Peradaban

Sosok dalam foto ini bisa menjadi gambaran dari pendidik sejati—baik di kelas maupun di rumah. Ia mengajarkan bukan hanya dengan lisan, tetapi dengan keteladanan. Ia menyampaikan bukan hanya teori, tetapi hikmah. Ia bukan hanya menyuruh, tapi mengajak. Dan itu semua dilakukan dengan kehadiran yang menenangkan dan wajah yang penuh harapan.

Wajah yang Menyejukkan, Dakwah yang Menginspirasi

Dalam dunia dakwah, penampilan bukan hanya soal estetika, tetapi juga etika. Ketika seseorang tampil rapi, dengan wajah bersih, jenggot yang terawat, dan pakaian yang sopan, ia telah mewakili sebagian dari nilai-nilai Islam yang agung. Rasulullah ﷺ pun dikenal sangat memperhatikan penampilan beliau. Maka ketika seorang dai tampil dengan penuh keteduhan seperti dalam gambar ini, ia membawa pesan bahwa Islam itu indah, Islam itu damai.

Dakwah tidak harus dengan mimbar tinggi dan pengeras suara. Dakwah bisa dilakukan dengan senyum, dengan salam, dengan menjadi pendengar yang baik, dengan hadir di saat orang lain membutuhkan, dengan memaafkan, bahkan dengan hanya menjadi pribadi yang bisa dipercaya. Dakwah adalah pancaran keimanan yang nyata dalam sikap.

Keseimbangan Dunia dan Akhirat

UMRI sebagai simbol dalam kopiah yang dikenakan, bukan hanya menunjukkan institusi tempat menimba ilmu, tetapi juga simbol dari usaha menyelaraskan antara ilmu dunia dan ilmu akhirat. Di dunia kampus, seseorang bisa belajar ekonomi syariah, teknik, atau komunikasi, namun semua itu akan kehilangan ruh jika tidak disertai kesadaran bahwa hidup ini adalah perjalanan menuju akhirat.

Sosok dalam gambar ini tampak telah memahami keseimbangan itu. Dengan wajah yang tenang dan senyum yang menggugah, ia memberi pesan bahwa dunia ini hanyalah tempat singgah. Maka selagi kita masih diberi waktu, gunakanlah sebaik mungkin untuk belajar, berbagi, dan mengabdi.

Ibnu Sina: Ilmu Sebagai Jalan Menuju Allah

Menginspirasi Generasi Muda

Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan. Namun, pemuda tanpa teladan akan kehilangan arah. Sosok seperti dalam gambar ini sangat dibutuhkan oleh generasi muda saat ini—sebagai figur yang bisa diajak bicara, sebagai contoh hidup bahwa keislaman bukan hanya ibadah ritual, tetapi juga karakter, tanggung jawab, dan kontribusi nyata.

Sosok seperti ini bisa menjadi tempat bertanya, tempat berlindung dalam doa, dan tempat mencurahkan perasaan yang jujur. Ia tidak menghakimi, tetapi membimbing. Tidak memaksa, tapi mengarahkan. Ia adalah bagian dari solusi di tengah kegersangan keteladanan.

Akhir Kata: Menjadi Pribadi yang Bermanfaat

Rasulullah ﷺ bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR. Ahmad). Maka dari itu, menjadi pribadi seperti dalam foto ini adalah cita-cita mulia. Bukan karena ingin dipuji, tetapi karena ingin menjadi bagian dari kebaikan yang mengalir tanpa henti. Menjadi cahaya dalam gelapnya zaman. Menjadi pengingat dalam hiruk pikuk dunia. Menjadi pelita bagi mereka yang mencari arah.

Wajah itu mengajak kita semua untuk merenung—sudahkah kita menjadi pribadi yang lembut hatinya, kuat imannya, luas ilmunya, dan ikhlas dalam amalnya? Sudahkah kita mendidik diri agar bisa mendidik orang lain? Sudahkah kita berdakwah dengan akhlak, bukan hanya ucapan?

Karena sejatinya, kehidupan ini adalah ladang amal. Dan setiap senyum, setiap ilmu yang diajarkan, setiap nasihat yang ditanamkan dengan keikhlasan, akan tumbuh menjadi pohon kebaikan yang buahnya akan terus dinikmati—di dunia, maupun di akhirat. (Iskandar)

a


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement