DIHUKUM PENJARA: DIREKTUR PERUSAHAAN YANG BERTANGGUNG JAWAB ATAS TINDAKAN PEMBUANGAN LANGSUNG AIR LIMBAH KE MEDIA LINGKUNGAN PADAHAL PERUSAHAAN TERSEBUT BELUM MEMILIKI IZIN PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA & BERACUN (B3).
Bermula dari aktivitas operasional PT Sawit Inti Prima Perkasa (PT SIPP), sebuah perusahaan pengolahan kelapa sawit yang dipimpin oleh Terdakwa, Erick Kurniawan, selaku Direktur. Meskipun perusahaan telah mengantongi izin lingkungan dari Bupati Bengkalis, PT SIPP tidak memiliki izin pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) sebagaimana diwajibkan dalam pengelolaan kegiatan industri. Kendati telah mendapatkan berbagai teguran administratif dari instansi lingkungan hidup, perusahaan tetap melanjutkan kegiatan usahanya dan membuang limbah cair ke lingkungan sekitar secara ilegal. Limbah tersebut akhirnya mencemari lahan warga serta Sungai Batang Apak yang menjadi jalur buangan langsung dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) milik PT SIPP.
Fakta-fakta persidangan mengungkap bahwa sistem IPAL milik PT SIPP tidak sesuai standar. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa kandungan limbah cair melampaui baku mutu lingkungan yang diperbolehkan. Atas aktivitas tersebut, Pengadilan Negeri Bengkalis menghukum Terdakwa divonis bersalah melakukan dumping limbah tanpa izin berdasarkan Pasal 104 jo Pasal 116 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ia dijatuhi hukuman 1 tahun penjara, denda Rp200 juta dengan masa percobaan selama 2 tahun, dan pidana tambahan atas nama perusahaan. Namun, dalam putusan banding oleh Pengadilan Tinggi Riau, masa percobaan dihapus sehingga hukuman penjara harus dijalani sepenuhnya.
Pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung berpendapat Judex Facti tidak salah dalam menerapkan hukum. Hal ini disebabkan Terdakwa sebagai Direktur PT SIPP bersama saksi Agus selaku General Manager bertanggung jawab penuh atas tindakan pembuangan langsung air limbah ke media lingkungan di aliran air limbah yang dilarang oleh undang-undang. Dengan demikian, Mahkamah Agung memperbaiki putusan terkait pidana yang dijatuhkan dan justru memperberat hukuman menjadi 3 tahun penjara serta denda Rp100 juta. Selain itu, Terdakwa juga dikenakan pidana tambahan atas nama perusahaan berupa uang pemulihan lingkungan, memperbaiki IPAL, dan melakukan uji kualitas limbah secara berkala, dengan pengawasan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bengkalis.
→ Putusan Mahkamah Agung Nomor 6098 K/Pid.Sus/2024, tanggal 28 November 2024. Sumber: https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/zaf023d7ec97a0b6819c303932343334.html. #SalamPancasila, (Fredrik J).
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
