Surau.co – Sahabat ini bernama Imran Bin Hushain. Ia masuk Islam di tahun ke 7 Hijriyah bersamaan dengan masuk islamnya sahabat Abu Hurairah, saat perang Khaibar. Pada waktu itu, ia datang kepada Rasulullah SAW untuk berbai’at. Dan semenjak ia menaruh tangan kanannya di tangan kanan Rasul, maka tangan kanannya itu memperoleh penghormatan besar. Ia pun bersumpah pada dirinya, tidak akan menggunakannya kecuali untuk perbuatan utama dan mulia.
Pertanda ini merupakan suatu bukti jelas bahwa pemiliknya mempunyai perasaan yang amat halus. Imran bin Hushain merupakan gambaran yang tepat bagi kejujuran, sifat zuhud dan kesalehan serta mati-matian dalam mencintai Allah dan menaati-Nya.
Walaupun memperoleh taufik dan petunjuk Allah yang tiada terkira, namun ia sering menangis mencucurkan air mata. “Kenapa aku tidak menjadi debu yang diterbangkan angin saja.” ia kerap meratap.
Kaum Muslimin takut kepada Allah bukanlah karena banyak melakukan dosa, tidak! Setelah menganut Islam, boleh dikata sedikit sekali dosa mereka. Mereka takut dan cemas karena menilai keagungan dan kebesaran-Nya, bagaimanapun mereka beribadah, rukuk dan sujud, tetapi ibadah dan syukurnya itu belumlah memadai nikmat yang telah mereka terima.
Pernah suatu saat beberapa orang sahabat bertanya pada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, kenapa kami ini… Bila kami sedang berada di sisimu, hati kami menjadi lunak hingga tidak menginginkan dunia lagi dan seolah-olah akhirat itu kami lihat dengan mata kepala. Tetapi bila kami meninggalkanmu dan berada di lingkungan keluarga, anak-anak dan dunia kami, maka kami pun telah lupa diri?”
Rasulullah SAW bersabda, “Demi Allah, yang nyawaku berada dalam genggaman-Nya, seandainya kalian selalu berada dalam suasana seperti di sisiku, tentulah malaikat akan menampakkan dirinya menyalami kamu. Tetapi, yang demikian itu hanya sewaktu-waktu.”
Pembicaraan itu kedengaran oleh Imran bin Hushain, maka timbullah keinginannya, dan seolah-olah ia bersumpah pada dirinya tidak akan berhenti dan tinggal diam, sebelum mencapai tujuan mulia tersebut. Bahkan walau terpaksa menebusnya dengan nyawanya sekalipun. Dan seolah-olah ia tidak puas dengan kehidupan sewaktu-waktu itu. Ia menginginkan suatu kehidupan yang utuh dan padu, terus-menerus dan tiada henti-hentinya, memusatkan perhatian dan berhubungan selalu dengan Allah Azza Wa JallaIa.
Sangat Sabar dalam Menghadapi Penyakitnya, Imran Mendapati Suatu Kemuliaan
Imran bin Hushain termasuk salah seorang pembesar sahabat yang ikut memperjuangkan Islam di Madinah. Ia juga dikenal sebagai sahabat yang sabar. Bahkan dalam kitab syarh Iqna’ yakni kitab Tuhfah al-Habib ala Syarh al-Khatib diceritakan bahwa kesabaran yang dimiliki oleh Imran bin Hushain mengundang decak kagum malaikat. Sehingga malaikat pun tak segan mengirimkan salam kepada Imran bin Hushain secara khusus dan secara terang-terangan tanpa perantara.
Hal itu mengingat ketika Imran bin Hushain menderita sakit perut yang begitu parah. Dalam suatu riwayat bahkan sakitnya selama 30 tahun. Namun, tidak pernah ia merasa kecewa atau mengeluh. Bahkan tak henti-hentinya ia beribadah kepada Allah SWT, baik di waktu berdiri, di waktu duduk dan berbaring.
Suatu ketika ia mengadu kepada Rasulullah SAW agar penyakit yang dideritanya lekas sembuh. Maka Rasulullah SAW pun mendoakannya. Doa Rasulullah SAW pun diijabah oleh Allah SWT. Seketika selesai didoakan oleh Rasulullah SAW, sakit yang diderita Imran bin Hushain bertahun-tahun lamanya langsung sembuh. Tidak ada lagi rasa nyeri dan perih pada perutnya sebagaimana yang dideritanya dulu.
Ia pun kembali ke kediamannya dengan perasaan bahagia. Namun, sesampainya di rumah ia menjumpai hal yang janggal. Kini, ia tidak lagi bisa melihat malaikat yang selalu mengirim salam kepadanya. Akhirnya ia pun mengadukan hal tersebut kepada Rasulullah SAW.
“Wahai Rasululullah, apa gerangan yang menyebabkan malaikat tidak lagi mengirimkan salam kepadaku?”
“Hal itu disebabkan karena kesembuhanmu wahai Imran.” jawab Rasulullah SAW.
“Kalau begitu, tolong wahai Rasulullah agar engkau berkenan kembali mendoakan agar penyakitku dikembalikan padaku.” pinta Imran bin Hushain
Seketika itu, ia kembali menderita sakit sebagaimana semula. Lalu ia kembali bisa melihat malaikat yang menyampaikan salam kepadanya.
Dan ketika para sahabatnya dan orang-orang yang menjenguknya datang dan menghibur hatinya terhadap penyakitnya itu, ia tersenyum sambil berkata, “Sesungguhnya barang yang paling kusukai ialah apa yang paling disukai Allah.”
Imran Bersyukur atas Kematian Dirinya
Dan sewaktu hendak meninggal, ia berwasiat kepada kaum kerabatnya dan para sahabatnya, “Jika kalian telah kembali dari pemakamanku, maka sembelihlah hewan dan adakanlah jamuan!”
Imran bin Hushain wafat di Bashrah pada tahun 52 Hijriyah. Memang, sepatutnyalah mereka menyembelih hewan dan mengadakan jamuan. Karena kematian seorang Mukmin seperti Imran bin Hushain bukanlah merupakan kematian yang sesungguhnya. Itu tidak lain dari pesta besar dan mulia, di mana satu ruh yang tinggi dan diridhai dibawa menghadap-Nya.
Begitulah para sahabat yang menganggap rasa sakit bukan sebagai musibah. Tapi mereka melihat itu sebagai pemberian dari Allah SWT sebagai Sang Kasih yang mesti dinikmati dan disyukuri.