Khazanah
Beranda » Berita » Rahasia Wudhu dalam Safīnatun Najāh: Menyucikan Diri Lahir dan Batin

Rahasia Wudhu dalam Safīnatun Najāh: Menyucikan Diri Lahir dan Batin

Ilustrasi rahasia wudhu dalam Safinatun Najah karya Sālim bin Sumair al-Ḥaḍramī.
Lukisan realis yang menggambarkan keindahan spiritual wudhu sebagai bentuk pembersihan jasmani dan ruhani.

Surau.co. Setiap kali air wudhu menyentuh wajah seorang Muslim, ia sesungguhnya sedang menyalakan kembali kesucian dalam dirinya. Di tengah hiruk-pikuk dunia modern, wudhu kerap dilakukan sebagai rutinitas sebelum shalat—cepat, otomatis, tanpa renungan. Padahal, kitab Safīnatun Najāh karya Sālim bin ʿAbdallāh bin Saʿd bin Sumayr al-Ḥaḍramī menegaskan bahwa wudhu bukan hanya tindakan fisik, melainkan perjalanan spiritual yang menyucikan lahir dan batin sekaligus.

Air dan Waktu: Menghidupkan Kesadaran yang Terlupakan

Setiap hari, kita berulang kali berwudhu. Namun, seberapa sering kita menyadari maknanya? Di kantor, di sekolah, atau di perjalanan, air yang mengalir di tangan kita seharusnya menjadi pengingat: kehidupan pun perlu disucikan dari debu dunia yang menempel.

Dalam Safīnatun Najāh, Sālim bin Sumair menjelaskan:

فُرُوضُ الْوُضُوءِ سِتَّةٌ: غَسْلُ الْوَجْهِ، وَالْيَدَيْنِ، وَمَسْحُ الرَّأْسِ، وَغَسْلُ الرِّجْلَيْنِ، وَالنِّيَّةُ، وَالتَّرْتِيبُ
“Rukun wudhu ada enam: membasuh wajah, tangan, mengusap kepala, membasuh kaki, niat, dan tertib.”

Enam rukun ini tampak sederhana, tetapi di baliknya tersimpan makna yang mendalam. Ketika wajah dibasuh, hati belajar menjernihkan pandangan. Saat tangan dicuci, kita belajar melepaskan hal sia-sia. Ketika kepala diusap, pikiran diajak tunduk dan tidak sombong. Dan ketika kaki dibasuh, langkah diarahkan menuju jalan kebenaran.

Mengapa Allah Menolak Taubat Iblis?

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا تَوَضَّأَ العَبْدُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ وَجْهِهِ مَعَ المَاءِ
“Ketika seorang hamba berwudhu lalu membasuh wajahnya, dosa-dosanya keluar dari wajahnya bersama air.” (HR. Muslim)

Dengan demikian, setiap tetes air yang menyentuh kulit sebenarnya membawa pergi kesalahan yang mungkin tak kita sadari.

Makna Niat: Awal dari Kesucian yang Sesungguhnya

Dalam pandangan Safīnatun Najāh, niat bukan sekadar ucapan di bibir, melainkan energi batin yang menghidupkan ibadah.

النِّيَّةُ شَرْطٌ فِي كُلِّ عِبَادَةٍ
“Niat adalah syarat bagi setiap ibadah.”

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

Tanpa niat, wudhu hanyalah gerakan tanpa jiwa. Namun, dengan niat, setiap gerakan menjadi doa, dan setiap tetes air berubah menjadi rahmat.

Sering kali, kita melakukan wudhu tanpa renungan. Kita berjalan ke tempat wudhu, lalu kembali tanpa sempat merenung. Padahal, niatlah yang menjadikan air biasa memiliki makna ilahiah.

Allah ﷻ berfirman:

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya amal perbuatan tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhārī dan Muslim)

Dengan niat yang tulus, wudhu berubah menjadi latihan hati untuk selalu mengarahkan diri pada ridha Allah.

Ziarah Makam Hari Jum’at, Apa Hukumnya?

Urutan dan Ketertiban: Cermin Kedisiplinan Spiritual

Selain niat, Sālim bin Sumair juga menekankan pentingnya tertib dalam wudhu. Urutan membasuh anggota tubuh bukan semata aturan fiqh, melainkan pelajaran hidup tentang keteraturan.

وَمِنْ فُرُوضِ الْوُضُوءِ التَّرْتِيبُ كَمَا رَتَّبَهُ اللهُ فِي الْقُرْآنِ
“Termasuk rukun wudhu adalah tertib, sebagaimana Allah telah menentukannya dalam Al-Qur’an.”

Sebagaimana dijelaskan Allah dalam Surah Al-Mā’idah ayat 6:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ…
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak menunaikan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu hingga siku, usaplah kepalamu, dan basuhlah kakimu hingga kedua mata kaki.”

Ayat ini bukan hanya memerinci langkah wudhu, tetapi juga menanamkan prinsip disiplin dan keteraturan. Karena itu, seseorang yang membiasakan tertib dalam wudhu akan terbiasa pula tertib dalam waktu, pekerjaan, dan tanggung jawab.

Rahasia Spiritualitas Air

Dalam Islam, air tidak pernah sekadar benda fisik. Ia merupakan simbol rahmat dan kehidupan. Setiap tetesnya membawa kasih sayang Allah yang menumbuhkan dan membersihkan.

Sālim bin Sumair menulis dalam Safīnatun Najāh:

الْمَاءُ الطَّاهِرُ الْمُطَهِّرُ هُوَ الَّذِي يَجُوزُ بِهِ الْوُضُوءُ وَالْغُسْلُ
“Air yang suci dan menyucikan adalah yang boleh digunakan untuk wudhu dan mandi wajib.”

Air yang suci disebut mutlak, artinya murni—tidak tercampur hal yang mengubah sifat aslinya. Secara simbolis, air mutlak mencerminkan hati yang bersih dari kesombongan, iri, dan riya.

Ketika seseorang menjaga wudhunya, ia juga menjaga kebersihan batinnya. Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا يُحَافِظُ عَلَى الْوُضُوءِ إِلَّا مُؤْمِنٌ
“Tidak ada yang menjaga wudhu kecuali orang beriman.” (HR. Ahmad)

Dengan kata lain, menjaga wudhu berarti menjaga hubungan cinta dengan Allah—cinta yang selalu diperbarui setiap kali air menyentuh kulit.

Menjaga Wudhu, Menjaga Kedekatan

Para ulama sering mengajarkan bahwa orang yang menjaga wudhunya akan senantiasa dijaga oleh Allah. Hati yang bersih akan memantulkan cahaya, sebagaimana cermin yang memantulkan sinar matahari.

Banyak kisah ulama saleh menggambarkan hal ini. Mereka berusaha tidak pernah kehilangan wudhu. Bagi mereka, wudhu bukan hanya syarat sah ibadah, melainkan juga pelindung dari kegelapan hati.

Setiap kali seseorang berwudhu di waktu fajar, air dingin yang membasuh wajahnya tidak sekadar membangunkan tubuh, tetapi juga menyadarkan jiwa. Ia diingatkan bahwa setiap pagi adalah kesempatan baru—untuk menjadi lebih bersih, lebih tenang, dan lebih dekat kepada Tuhan.

Penutup: Wudhu sebagai Jembatan antara Dunia dan Langit

Safīnatun Najāh mengajarkan wudhu dengan bahasa sederhana, tetapi pesannya melampaui ritual. Wudhu adalah jembatan antara bumi dan langit; antara tangan yang menyentuh air dan hati yang menyentuh rahmat Allah.

Setiap kali air mengalir di kulit, biarlah ia membawa pergi dosa, kegelisahan, dan kelelahan. Dan setiap kali wudhu dilakukan, semoga niat tetap satu — membersihkan diri agar dapat berdiri di hadapan Allah dengan hati yang jernih.

Sālim bin Sumair menutup bab wudhu dengan kalimat yang meneduhkan:

فَمَنْ طَهُرَ ظَاهِرُهُ بِالْمَاءِ، وَبَاطِنُهُ بِالتَّقْوَى، نَالَ الرِّضَا وَالنُّورَ وَالْهُدَى
“Barang siapa membersihkan lahirnya dengan air dan batinnya dengan takwa, maka ia akan memperoleh ridha, cahaya, dan petunjuk.”

* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo, Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement