Khazanah
Beranda » Berita » Silaturahmi: Tali Kasih yang Menyambung Rezeki Menurut Kitab Ad-Durratun Nashihin

Silaturahmi: Tali Kasih yang Menyambung Rezeki Menurut Kitab Ad-Durratun Nashihin

Silaturahmi sebagai simbol kasih dan keberkahan menurut Ad-Durratun Nashihin
Lukisan digital realistik-filosofis modern menggambarkan dua tangan yang saling menggenggam di bawah cahaya lembut yang menyinari, melambangkan silaturahmi dan kasih antar manusia.

Surau.co. Dalam hiruk pikuk kehidupan modern, manusia sering terjebak dalam kesibukan yang membuatnya lupa akan satu hal sederhana namun sangat besar nilainya di sisi Allah: silaturahmi. Ia bukan sekadar saling mengunjungi, tetapi juga menyambung hati, menebar kasih, dan menguatkan ikatan kemanusiaan. Dalam kitab Ad-Durratun Nashihin, Syekh Utsman bin Hasan Asy-Syakiri Al-Khubawi menegaskan bahwa silaturahmi bukan hanya amal sosial, melainkan juga ibadah spiritual yang mendatangkan keberkahan dan memperpanjang umur.

Makna Silaturahmi dalam Islam

Silaturahmi berasal dari kata silah (hubungan) dan rahim (kasih sayang atau kekerabatan). Secara makna, ia berarti menjaga hubungan kasih di antara sesama manusia, terutama keluarga dan orang-orang beriman. Al-Qur’an menegaskan pentingnya menjaga hubungan ini:

وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ
“Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta, dan peliharalah hubungan silaturahmi.”
(QS. An-Nisā’: 1)

Ayat ini menunjukkan bahwa silaturahmi bukan sekadar urusan sosial, melainkan bagian dari ketaatan kepada Allah. Dengan menjaga hubungan baik, manusia sejatinya sedang menjaga rahmat Allah yang mengalir melalui tali persaudaraan.

Dalam Ad-Durratun Nashihin, Syekh Utsman Al-Khubawi menulis:

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

من وصل رحمه وصله الله، ومن قطعه قطعه الله.
“Barang siapa menyambung tali rahimnya, maka Allah akan menyambungnya. Dan barang siapa memutuskannya, maka Allah akan memutuskannya.”

Maknanya dalam konteks rohani, Allah akan memberi pertolongan, keberkahan, dan kemudahan bagi orang yang menjaga silaturahmi; sebaliknya, siapa yang memutuskannya akan terputus pula dari limpahan rahmat-Nya.

Silaturahmi dan Keberkahan Rezeki

Salah satu keistimewaan silaturahmi adalah kaitannya dengan rezeki. Banyak orang bekerja keras mencari penghasilan, namun lupa bahwa rezeki juga bisa mengalir lewat hati yang tulus dan hubungan yang harmonis. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barang siapa ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung silaturahmi.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menjelaskan dua buah karunia besar dari silaturahmi: kelapangan rezeki dan panjang umur. Namun, maknanya tidak hanya sebatas materi. Rezeki bisa berupa ketenangan, keberuntungan, dan rasa syukur yang terus hidup di dada. Sedangkan panjang umur bisa berarti keberkahan waktu—setiap detik terasa bermakna dan penuh manfaat.

Ziarah Makam Hari Jum’at, Apa Hukumnya?

Syekh Utsman dalam Ad-Durratun Nashihin menjelaskan bahwa “rezeki yang berkah datang kepada orang yang hatinya bersih dan tidak memutus hubungan kasih dengan sesamanya.”
Artinya, silaturahmi menjadi sebab turunnya berkah karena di dalamnya ada keikhlasan, doa, dan kasih yang menenangkan.

Silaturahmi Sebagai Cermin Keimanan

Silaturahmi bukan hanya urusan akhlak sosial, melainkan juga tolok ukur keimanan. Dalam sebuah hadits riwayat Muslim, Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ
“Tidak akan masuk surga orang yang memutus tali silaturahmi.”
(HR. Muslim)

Kalimat ini mengandung peringatan yang tegas. Bukan karena Allah menutup pintu surga bagi pelaku dosa sosial, tetapi karena memutus silaturahmi berarti memutus kasih, sementara surga adalah tempat bagi jiwa-jiwa yang penuh kasih.

Maka, menjaga hubungan dengan keluarga, teman, dan tetangga adalah bagian dari iman yang nyata. Orang beriman tidak mudah menyimpan dendam, karena ia tahu bahwa setiap hati yang tersambung akan membawa kedamaian yang memantulkan cahaya keimanan.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Menjaga Silaturahmi di Era Modern

Di zaman digital, silaturahmi sering tergantikan oleh pesan singkat atau emoji di layar ponsel. Meski teknologi memudahkan komunikasi, namun kedalaman hubungan seringkali menipis. Syaikh Utsman Al-Khubawi menekankan pentingnya “silaturahmi dengan hati sebelum tangan dan lisan.”
Artinya, hubungan yang benar bukan hanya dalam bentuk sapaan, tetapi dalam bentuk perhatian, doa, dan kepedulian yang tulus.

Kita bisa memulai dengan langkah sederhana: menanyakan kabar keluarga, menjenguk teman yang sakit, atau sekadar berbagi cerita dengan tetangga. Semua itu adalah bentuk nyata silaturahmi yang memperkuat ikatan sosial dan menebar kedamaian.

وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا
“Dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.”
(QS. Al-Baqarah: 83)

Ayat ini mengingatkan bahwa silaturahmi tidak selalu membutuhkan tenaga besar; kadang cukup dengan kata yang lembut dan doa yang tulus.

Silaturahmi dan Pembersihan Jiwa

Silaturahmi juga berperan sebagai penyembuh batin. Banyak konflik yang mengeraskan hati bisa luluh hanya karena seseorang berani mengulurkan tangan dan berkata, “maaf.”
Menurut Ad-Durratun Nashihin, salah satu tanda orang yang hatinya bersih adalah “ia mudah memaafkan dan ringan menyambung kembali hubungan yang terputus.”

Menyambung silaturahmi tidak hanya membersihkan hubungan dengan sesama, tetapi juga menyucikan hati dari rasa sombong, dendam, dan ego. Hati yang damai akan memantulkan ketenangan kepada lingkungan sekitarnya.

Dalam sebuah kisah yang dikutip Syekh Utsman, disebutkan bahwa seorang hamba pernah bertanya kepada Nabi ﷺ:

“Ya Rasulullah, adakah amalan yang lebih utama daripada sedekah dan shalat malam?”
Beliau menjawab:
إِصْلَاحُ ذَاتِ الْبَيْنِ، فَإِنَّ فَسَادَ ذَاتِ الْبَيْنِ هِيَ الْحَالِقَةُ
“Mendamaikan hubungan antar manusia, karena kerusakan hubungan itulah yang mencukur habis (pahala dan kebaikan).”
(HR. Abu Dawud)

Betapa luar biasanya nilai silaturahmi. Ia bukan sekadar menghapus jarak, tapi juga menumbuhkan cinta yang menyehatkan jiwa.

Dampak Sosial dari Silaturahmi

Ketika hubungan antar manusia terjalin erat, maka tercipta masyarakat yang penuh empati. Tidak akan ada yang lapar tanpa ditolong, tidak akan ada yang jatuh tanpa disokong.
Silaturahmi adalah akar dari solidaritas sosial—menjadi fondasi masyarakat yang berkeadilan dan berkasih sayang.

Di masa Rasulullah ﷺ, semangat silaturahmi melahirkan ukhuwah Islamiyah yang kuat. Kaum Muhajirin dan Anshar saling berbagi tanpa pamrih. Spirit itu kini perlu dihidupkan kembali, bukan hanya dalam lingkungan keluarga, tetapi juga antar sesama umat dan bangsa.

Menjaga silaturahmi berarti menjaga harmoni sosial. Ia menumbuhkan budaya saling menghargai, menekan konflik, dan membuka pintu kerja sama yang produktif.

Meneladani Silaturahmi Rasulullah ﷺ

Rasulullah ﷺ adalah teladan tertinggi dalam menjaga hubungan dengan sesama. Beliau selalu mengunjungi sahabat-sahabatnya, menanyakan kabar mereka, bahkan kepada orang yang pernah menyakitinya.
Suatu ketika, beliau menjenguk seorang wanita tua Yahudi yang sering menyebarkan debu ke jalan yang dilalui beliau. Saat wanita itu sakit, Nabi ﷺ datang menjenguknya. Sang wanita pun terharu dan akhirnya masuk Islam. Inilah silaturahmi sejati—menghapus kebencian dengan cinta.

Dari kisah itu, kita belajar bahwa silaturahmi sejati tidak terbatas pada garis darah atau keyakinan. Ia adalah kasih universal yang menembus sekat sosial dan mempertemukan hati-hati dalam kebaikan.

Penutup

Silaturahmi adalah jembatan antara bumi dan langit—antara manusia dan Tuhannya. Ia menumbuhkan cinta, mendatangkan rezeki, dan memperpanjang keberkahan hidup.
Setiap sapaan, pelukan, dan maaf yang tulus adalah cahaya yang menyambung jiwa-jiwa yang tercerai.

Dalam setiap kunjungan, dalam setiap pesan kebaikan, kita sebenarnya sedang menanam benih surga. Karena siapa yang menyambung silaturahmi, sejatinya ia sedang menyambung rahmat Allah.

اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ
“Ya Allah, satukanlah hati kami, perbaikilah hubungan di antara kami, dan tunjukilah kami ke jalan keselamatan.”

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement