Pendidikan
Beranda » Berita » Shaleh dan Ibunya yang Sakit Kitab Akhlaq lil Banin Juz 1 Karya Umar Baraja (Pelajaran Klasik untuk Hari Ini)

Shaleh dan Ibunya yang Sakit Kitab Akhlaq lil Banin Juz 1 Karya Umar Baraja (Pelajaran Klasik untuk Hari Ini)

Bakti anak
Para santri muda bersarung duduk dengan sopan di ruang kelas pesantren, mendengarkan dengan saksama seorang ustadz bijak membacakan 'Akhlaq lil Banin'.

SURAU.CO – Tidak semua anak mampu menempatkan cinta kepada ibu di atas kesibukan pribadinya. Namun, kisah Shaleh dalam Akhlaq lil Banin mengajarkan bahwa bakti kepada ibu bukan hanya tentang ucapan manis, tetapi tindakan nyata yang lahir dari hati. Ketika ibunya sakit, Shaleh memilih tinggal di rumah, meninggalkan sekolah sejenak, dan melayani ibunya dengan penuh ketulusan. Inilah potret akhlak sejati yang patut kita renungkan dan teladani hari ini.

Kitab Akhlaq lil Banin adalah karya indah dari Sayyid Umar bin Ahmad Baraja, ulama Hadhramaut yang hidup di abad ke-20 dan dikenal luas di Indonesia. Kitab ini disusun sebagai pedoman pendidikan akhlak bagi anak-anak dan santri pemula di madrasah serta pesantren.

Ditulis dengan bahasa sederhana, Akhlaq lil Banin menyuguhkan kisah-kisah moral yang hidup, seperti cerita Shaleh dan ibunya ini. Kisah tersebut bukan sekadar dongeng, melainkan cerminan nilai-nilai adab yang harus ditanam sejak dini. Dalam khazanah Islam, kitab ini termasuk referensi penting yang terus diajarkan lintas generasi.

1. Ketika Ibu Sakit, Shaleh Tidak Pergi

Kisah ini dimulai dengan kabar yang mengguncang hati Shaleh: ibunya jatuh sakit. Mendengar itu, ia tidak bisa tenang. Ia merasa tidak sanggup menjalani hari-harinya seperti biasa sementara ibunya menderita di rumah.

فَاسْتَأْذَنَ شَالِحٌ مِنْ أَسَاتِذَتِهِ لِيَبْقَى مَعَ أُمِّهِ فِي الْبَيْتِ وَيَخْدِمَهَا، فَإِنَّهُ لَا خَادِمَةَ لَهَا
“Shaleh meminta izin dari guru-gurunya agar dapat tinggal di rumah bersama ibunya dan melayaninya, karena ibunya tidak memiliki pembantu.”

Generasi Sandwich dan Birrul Walidain: Mengurai Dilema dengan Solusi Langit

Dengan penuh tanggung jawab, Shaleh mendatangi para gurunya dan menjelaskan keadaan ibunya. Ia tidak bersembunyi di balik alasan palsu, tetapi dengan jujur menyatakan keinginannya untuk merawat sang ibu. Pilihan ini menunjukkan bahwa Shaleh memahami skala prioritas, bakti kepada ibu lebih utama daripada aktivitas lain, bahkan belajar di madrasah sekalipun.

2. Menjadi Tangan dan Kaki untuk Sang Ibu

Setiap hari, Shaleh berperan seperti anak sekaligus pelayan. Ia pergi ke apotek membeli obat, kadang ke pasar membeli buah dan makanan yang disukai ibunya. Tidak hanya itu, ia juga menyuapi, menyajikan obat, dan menenangkan hati ibunya dengan ucapan lembut.

وَكَانَ يُقَدِّمُ لَهَا الطَّعَامَ وَالدَّوَاءَ وَيُسَلِّي قَلْبَهَا بِالْكَلِمَاتِ الطَّيِّبَةِ
“Ia menyajikan makanan dan obat untuk ibunya serta menghibur hatinya dengan kata-kata yang baik.”

Shaleh tidak merasa risih, tidak menunjukkan wajah kesal, dan tidak menunggu diperintah. Ia sadar bahwa ibunya sedang dalam keadaan lemah, dan tugasnyalah untuk menguatkan. Inilah hakikat birrul walidain berbakti kepada orang tua yang bukan sekadar slogan, tapi aksi nyata dalam situasi sulit.

3. Doa Anak yang Tulus dan Kebahagiaan yang Kembali

Beberapa hari kemudian, Allah mengangkat sakit sang ibu. Kesehatannya kembali pulih. Melihat senyum kembali menghiasi wajah ibunya, hati Shaleh penuh kebahagiaan. Ia tidak berhenti di situ. Ia pun terus berdoa agar Allah menjaga kesehatan ibunya dan memperpanjang umurnya dalam kebaikan.

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

فَفَرِحَ شَالِحٌ جِدًّا، وَدَعَا اللَّهَ أَنْ يَحْفَظَ أُمَّهُ وَيُدِيمَ عَلَيْهَا نِعْمَةَ الصِّحَّةِ
“Shaleh sangat gembira, dan ia berdoa kepada Allah agar menjaga ibunya dan menjaga kesehatannya.”

Betapa banyak anak yang berhenti menunjukkan perhatian begitu ibunya sembuh. Namun Shaleh tidak demikian. Ia tahu bahwa cinta sejati kepada ibu bukan hanya muncul saat darurat, tetapi berlanjut sepanjang waktu.

Apakah Kita Sudah Seperti Shaleh?

Kisah Shaleh ini bukan hanya untuk dibaca, tetapi untuk diteladani. Apakah kita pernah mengorbankan waktu demi merawat ibu yang sakit? Apakah kita pernah berkata lembut saat ibu sedang sedih? Atau, justru kita sering mengeluh ketika diminta bantuan?

اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الْبَارِّينَ بِأُمَّهَاتِنَا، وَارْزُقْنَا خِدْمَتَهُنَّ فِي صِحَّتِهِنَّ وَسَقَمِهِنَّ
“Ya Allah, jadikan kami termasuk anak-anak yang berbakti kepada ibu kami, dan anugerahkanlah kemampuan untuk melayani mereka di waktu sehat maupun sakit.”

Hari ini, mari kita pulang. Pulang ke rumah, pulang ke hati ibu, dan pulang ke nilai-nilai luhur seperti yang ditunjukkan Shaleh. Karena sesungguhnya, surga ada di bawah telapak kaki ibu, dan cinta ibu adalah cahaya yang menuntun kita menuju ridha Allah.

Menerapkan Parenting Nabawi: Panduan Mendidik Karakter Anak Lewat Riyadus Shalihin


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement