Eka Safitra (Terdakwa), seorang Jaksa Fungsional pada Kejaksaan Negeri Yogyakarta, menjalin komunikasi dengan Gabriella Yuan, seorang kontraktor yang mengerjakan proyek rehabilitasi saluran air hujan (SAH), yang dibiayai oleh APBD Kota Yogyakarta. Dalam pertemuan tersebut, Terdakwa menawarkan “pengawalan” proyek melalui skema pendampingan Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D) di Kejaksaan. Sebagai imbalan, Terdakwa meminta fee proyek sebesar 8% dari nilai kontrak, yang kemudian disepakati menjadi 5%. Terdakwa kemudian menerima uang sebesar Rp221 juta sebagai fee proyek dari kontraktor. Selain menawarkan pendampingan, Terdakwa juga menjanjikan kemudahan memenangkan lelang dan perlindungan hukum. Atas tindakan tersebut, ia ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK.
Pada tingkat pertama, Pengadilan Negeri Yogyakarta menjatuhkan pidana kepada Terdakwa berupa penjara selama 4 tahun dan denda Rp100 juta dengan menyatakan Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Atas putusan tersebut, Pengadilan Tinggi Yogyakarta menguatkan putusan tingkat pertama.
Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung berpendapat Terdakwa yang menerima sejumlah uang sudah tergerak secara aktif untuk mengkondisikan, mengarahkan agar saksi Gabriella memenangkan lelang dengan menerima sejumlah uang. Hal ini membuktikan bahwa Terdakwa telah menyembunyikan kenyataan, menghindari peraturan perundang-undangan, pelanggaran kepercayaan, rekayasa, penyesatan. Maka, perbuatan Terdakwa telah memenuhi Pasal 12 huruf a UU Tipikor. Dengan demikian, Mahkamah Agung mengadili sendiri dengan menghukum Terdakwa pidana penjara 6 tahun dan denda Rp200 juta. → Putusan Mahkamah Agung Nomor 438 K/Pid.Sus/2021, tanggal 29 Januari 2021. Sumber: https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/zaec58b1a748caca86d2313233343138.html. #SalamPancasila; (Fredrik J. Pinakunary).
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
